Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Manusia Tidak Pernah Puas Mengejar Harta?

31 Januari 2025   22:40 Diperbarui: 31 Januari 2025   23:01 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketakutan akan kehilangan merupakan salah satu faktor psikologis yang memengaruhi perilaku manusia dalam mengejar harta dan materi. Fenomena loss aversion menjelaskan mengapa kerugian lebih terasa daripada keuntungan, dan bagaimana ketakutan akan kehilangan dapat mendorong individu untuk terus mengumpulkan lebih banyak harta untuk merasa aman. Meskipun kekayaan dapat memberikan rasa aman sementara, ketakutan akan kehilangan tetap ada, bahkan semakin besar dengan bertambahnya harta yang dimiliki. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa keamanan sejati tidak terletak pada akumulasi materi, melainkan pada kemampuan untuk menerima ketidakpastian hidup dan fokus pada nilai-nilai yang lebih bermakna.

4. Ilusi Keamanan

Banyak orang percaya bahwa kekayaan dapat memberikan rasa aman dan kebahagiaan yang permanen, namun kenyataannya, kehidupan tetap penuh dengan ketidakpastian yang tidak bisa diatasi hanya dengan uang. Konsep ini dikenal sebagai illusory security atau ilusi keamanan, di mana individu merasa bahwa dengan memiliki banyak uang atau materi, mereka akan terlindungi dari segala ancaman hidup. Ilusi ini sering kali mengarah pada perilaku yang mendorong akumulasi harta tanpa memperhatikan aspek-aspek penting lainnya dalam kehidupan yang juga berkontribusi pada rasa aman yang lebih sejati, seperti hubungan yang sehat, tujuan hidup yang jelas, dan kesehatan mental yang baik.

Pandangan Ahli tentang Ilusi Keamanan

Filsuf Epictetus, dalam ajarannya yang dikenal sebagai Stoicisme, mengajarkan bahwa manusia tidak dapat mengendalikan segala sesuatu di luar dirinya, termasuk peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Menurutnya, kita hanya dapat mengendalikan reaksi kita terhadap peristiwa-peristiwa tersebut. Dengan kata lain, meskipun memiliki kekayaan bisa memberikan kenyamanan fisik dan materi, itu tidak menjamin kebahagiaan atau keamanan jangka panjang. Kekayaan tidak mampu melindungi seseorang dari ancaman yang lebih besar, seperti kehilangan kesehatan, hubungan yang rusak, atau peristiwa tak terduga lainnya.

Psikologi dan Keamanan Palsu

Dalam dunia psikologi, ilusi keamanan sering kali dipahami dalam konteks cognitive dissonance, yang mengacu pada ketidaknyamanan mental yang muncul ketika seseorang memiliki dua keyakinan yang bertentangan. Ketika seseorang merasa cemas atau takut akan ketidakpastian hidup, mereka cenderung meyakini bahwa mengumpulkan kekayaan dapat memberi mereka rasa aman. Namun, pada kenyataannya, kekayaan bukanlah solusi untuk segala permasalahan dan ketidakpastian yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Daniel Kahneman dalam bukunya Thinking, Fast and Slow, manusia sering kali membuat keputusan berdasarkan heuristics, atau aturan-aturan praktis yang didorong oleh perasaan atau keyakinan pribadi, alih-alih menggunakan pemikiran rasional. Oleh karena itu, seseorang yang merasa tidak aman atau cemas akan berusaha mengatasi ketidakpastian tersebut dengan mengumpulkan harta lebih banyak, meskipun itu tidak memberikan solusi terhadap masalah yang sebenarnya.

Kekayaan dan Ketidakpastian Hidup

Penting untuk dicatat bahwa meskipun kekayaan dapat memberi rasa aman secara materi, ia tidak dapat mengatasi ketidakpastian hidup yang lebih dalam, seperti perasaan kehilangan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan takdir. Richard Easterlin, seorang ekonom, menyatakan dalam Easterlin Paradox bahwa meskipun peningkatan kekayaan individu dalam suatu masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan material, hal itu tidak serta-merta meningkatkan kebahagiaan secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki lebih banyak harta benda mungkin meningkatkan kenyamanan, hal itu tidak mengurangi ketidakpastian eksistensial atau kerentanan terhadap peristiwa tak terduga dalam hidup.

Sebagai contoh, individu yang merasa aman karena memiliki banyak uang atau aset sering kali menjadi cemas tentang kehilangan kekayaannya, terutama dalam situasi krisis atau ketidakpastian ekonomi. Ketakutan terhadap hilangnya kekayaan ini menciptakan rasa tidak aman yang baru, yang kemudian berputar menjadi siklus kecemasan yang tiada habisnya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Thomas Gilovich, seorang psikolog sosial, menunjukkan bahwa kepemilikan materi tidak memberikan kebahagiaan jangka panjang, karena manusia cepat terbiasa dengan kenyamanan yang diperoleh dari harta dan kembali merasakan ketidakpuasan. Dalam kasus ini, ilusi keamanan yang ditawarkan oleh kekayaan hanyalah sementara, dan bahkan dapat memperburuk ketidakpastian.

Kehidupan yang Lebih Bermakna Selain Kekayaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun