Dunia sunyi menjerat langkahku,
Rantai tak terlihat membekap nafasku,
Tekanan merangkak di setiap sudut mimpi,
Ketidakadilan melukis langit dengan abu,
Aku melawan, meski sendiri,
Aku berontak, meski nyeri.
Ketidakpedulian menutup telinga,
Seolah jerit tak pernah ada,
Keadilan jadi mitos yang usang,
Rindu kebebasan menggetarkan jiwa,
Aku merintih di lorong gelap,
Namun harapan berbisik untuk bangkit.
Luka ini bukan hanya milikku,
Duka ini milik banyak suara,
Yang terkunci dalam diam yang dipaksa,
Yang tertunduk pada tirani kuasa,
Aku berontak atas nama mereka,
Yang tak pernah diberi suara.
Rantai ini mengikat takdir kita,
Menekan mimpi hingga lenyap makna,
Namun api kecil tetap menyala,
Dalam dada yang tak sudi menyerah,
Aku berontak demi nyala itu,
Yang menolak padam dalam debu.
Angin membawa bisikan pilu,
Tanah menggema derita yang beku,
Setiap napas adalah perjuangan,
Setiap langkah adalah perlawanan,
Aku takkan tunduk pada keheningan,
Aku berontak melawan kekelaman.
Ketidakadilan mencuri cahaya pagi,
Ketidakpedulian memadamkan nyanyian senja,
Namun aku berdiri dalam badai,
Menolak tunduk pada kehampaan,
Rindu kebebasan merasuk dalam darah,
Aku berontak melawan belenggu sejarah.
Mereka tertawa di atas derita,
Memalingkan wajah dari luka,
Namun aku takkan diam,
Aku menantang mereka yang lupa,
Bahwa kemanusiaan bukan angka,
Bahwa jiwa tak bisa dihargai rupa.
Kekuasaan menghempas tanpa rasa,
Hukum menjadi senjata bagi penguasa,
Namun suara ini takkan pudar,
Ia menggema di setiap sudut harapan,
Aku berontak atas nama keadilan,
Yang dirampas dari tangan yang lemah.
Aku rindu langit tanpa tirani,
Aku ingin terbang tanpa rantai ini,
Namun langkahku tetap terhuyung,
Dalam bayangan yang terus mengancam,
Aku berontak dengan sisa tenaga,
Karena kebebasan lebih mahal dari nyawa.
 Malam ini penuh dengan perlawanan,
Bintang-bintang menjadi saksi diam,
Bahwa jiwa ini takkan menyerah,
Bahwa hati ini takkan tunduk,
Aku berontak, melawan gelap,
Mengukir cahaya di langit pekat.
Di bawah langit, aku berseru,
Pada dunia yang memejamkan mata,
Aku adalah pemberontak yang sunyi,
Namun suaraku lebih nyaring dari gemuruh,
Aku berontak demi mereka yang bisu,
Aku berontak demi jiwa yang layu.
Ketidakadilan adalah neraka di dunia,
Ketidakpedulian adalah api yang membakar,
Namun aku membawa air dari cinta,
Untuk memadamkan kebencian yang menggila,
Aku berontak demi harapan,
Yang tumbuh dari debu kehancuran.
Setiap langkah adalah luka,
Namun luka ini adalah pengingat,
Bahwa dunia butuh suara-suara,
Yang tak takut melawan penguasa,
Aku berontak dengan doa-doa,
Yang terukir di setiap air mata.
Rantai ini takkan abadi,
Ketidakadilan akan runtuh,
Seperti pasir yang digulung ombak,
Aku berdiri di depan badai,
Menantang takdir yang merendah,
Aku berontak tanpa menyerah.
Kebebasan adalah lagu yang hilang,
Namun aku mengingat nadanya,
Aku menyanyikan bait-bait harapan,
Dalam bisikan yang menembus dinding,
Aku berontak dengan setiap nada,
Yang menggema dari jiwa yang luka.
Ketidakpedulian membangun tembok,
Namun aku membawa palu harapan,
Mengetuk keras hingga retak,
Menumbangkan tirani yang pongah,
Aku berontak untuk menghancurkan,
Dan membangun dunia tanpa kesedihan.
Langit yang kelam mulai terbuka,
Cahaya kecil menyusup perlahan,
Aku tahu kemenangan tak mudah,
Namun aku takkan berhenti mencoba,
Aku berontak demi cahaya,
Yang akan menghapus segala duka.
Keadilan bukanlah ilusi,
Namun ia tersembunyi di balik kebohongan,
Aku menggalinya dengan tangan berdarah,
Melawan bayangan yang mencoba menelan,
Aku berontak dengan seluruh cinta,
Yang kukumpulkan dari jiwa-jiwa yang terluka.
Aku adalah pemberontak tanpa senjata,
Namun aku punya kata-kata yang tajam,
Aku menulis sejarah dengan perjuangan,
Menolak tunduk pada keheningan,
Aku berontak dengan pena yang melawan,
Menggoreskan harapan pada setiap halaman.
Ketika dunia mencoba menundukkan,
Aku menatapnya dengan tekad,
Ketika hidup mencoba menghancurkan,
Aku membangun kembali dengan cinta,
Aku berontak hingga napas terakhir,
Dkeemi dunia yang bebas dan adil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H