Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berontak

4 Januari 2025   12:52 Diperbarui: 4 Januari 2025   12:52 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Depositphotos)

Di bawah langit, aku berseru,
Pada dunia yang memejamkan mata,
Aku adalah pemberontak yang sunyi,
Namun suaraku lebih nyaring dari gemuruh,
Aku berontak demi mereka yang bisu,
Aku berontak demi jiwa yang layu.

Ketidakadilan adalah neraka di dunia,
Ketidakpedulian adalah api yang membakar,
Namun aku membawa air dari cinta,
Untuk memadamkan kebencian yang menggila,
Aku berontak demi harapan,
Yang tumbuh dari debu kehancuran.

Setiap langkah adalah luka,
Namun luka ini adalah pengingat,
Bahwa dunia butuh suara-suara,
Yang tak takut melawan penguasa,
Aku berontak dengan doa-doa,
Yang terukir di setiap air mata.

Rantai ini takkan abadi,
Ketidakadilan akan runtuh,
Seperti pasir yang digulung ombak,
Aku berdiri di depan badai,
Menantang takdir yang merendah,
Aku berontak tanpa menyerah.

Kebebasan adalah lagu yang hilang,
Namun aku mengingat nadanya,
Aku menyanyikan bait-bait harapan,
Dalam bisikan yang menembus dinding,
Aku berontak dengan setiap nada,
Yang menggema dari jiwa yang luka.

Ketidakpedulian membangun tembok,
Namun aku membawa palu harapan,
Mengetuk keras hingga retak,
Menumbangkan tirani yang pongah,
Aku berontak untuk menghancurkan,
Dan membangun dunia tanpa kesedihan.

Langit yang kelam mulai terbuka,
Cahaya kecil menyusup perlahan,
Aku tahu kemenangan tak mudah,
Namun aku takkan berhenti mencoba,
Aku berontak demi cahaya,
Yang akan menghapus segala duka.

Keadilan bukanlah ilusi,
Namun ia tersembunyi di balik kebohongan,
Aku menggalinya dengan tangan berdarah,
Melawan bayangan yang mencoba menelan,
Aku berontak dengan seluruh cinta,
Yang kukumpulkan dari jiwa-jiwa yang terluka.

Aku adalah pemberontak tanpa senjata,
Namun aku punya kata-kata yang tajam,
Aku menulis sejarah dengan perjuangan,
Menolak tunduk pada keheningan,
Aku berontak dengan pena yang melawan,
Menggoreskan harapan pada setiap halaman.

Ketika dunia mencoba menundukkan,
Aku menatapnya dengan tekad,
Ketika hidup mencoba menghancurkan,
Aku membangun kembali dengan cinta,
Aku berontak hingga napas terakhir,
Dkeemi dunia yang bebas dan adil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun