Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terpaksa Akupun Harus Marah

4 Januari 2025   11:23 Diperbarui: 4 Januari 2025   11:23 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi marah (iStock)

Aku marah pada takdir yang seolah kejam,
Namun ini bukan ratapan seorang pengecut,
Dalam marahku ada tekad yang tajam,
Untuk memecah belenggu yang membisu,
Aku ingin dunia lebih jujur dari ini,
Dan bukan panggung sandiwara penuh ironi.

Terpaksa aku harus marah pada diri sendiri,
Mengapa dulu aku hanya diam saja?
Mengapa membiarkan ketidakadilan berdiri?
Mengapa aku terlambat menyadari dosa?
Namun waktu belum habis untuk berjuang,
Selama napas ini masih berdendang.

Aku marah pada setiap kata yang palsu,
Yang melukai hati dan meruntuhkan janji,
Pada tangan yang tega menebar abu,
Mengubur asa mereka yang kecil dan sunyi,
Tapi marahku tak sekadar dendam,
Ia adalah seruan agar keadilan terbenam.

Terpaksa aku harus menyuarakan nurani,
Meskipun angin melawan suaraku,
Karena dunia ini terlalu penuh ironi,
Untuk ditinggalkan tanpa keluh kesahku,
Aku marah untuk mereka yang bisu,
Yang tak lagi punya suara dalam kalbu.

Aku marah pada mereka yang berkuasa,
Namun lupa pada makna tanggung jawab,
Mereka yang berlindung di balik surga,
Namun tangan mereka penuh belati tajam,
Adakah arti dari kata-kata mereka?
Ataukah semua hanya permainan semata?

Terpaksa aku harus berkata-kata,
Meski dunia mencoba membungkam,
Amarah ini bukan sekadar murka,
Ia adalah cinta yang ingin menerjang,
Membebaskan mereka dari belenggu derita,
Dan membuka jalan menuju bahagia.

Aku marah pada sejarah yang berulang,
Pada luka yang tak kunjung sembuh,
Pada air mata yang terus mengalir panjang,
Namun tak ada yang mencoba untuk teguh,
Inilah saatnya untuk berdiri tegar,
Meski harus melewati jalan penuh samar.

Terpaksa aku harus menahan tangis,
Karena marah ini bukan tanpa alasan,
Ia lahir dari keperihan yang manis,
Dari harapan yang kerap dirampas zaman,
Aku marah bukan karena aku lemah,
Tapi karena dunia terlalu sering tak ramah.

Biarkan marahku menjadi nyala kecil,
Menjadi obor yang tak padam oleh hujan,
Menjadi api yang menerangi jalan yang sunyi,
Karena aku tak ingin tenggelam dalam kelam,
Terpaksa aku harus marah kini,
Agar dunia belajar arti cinta sejati.

Terpaksa akupun harus marah,
Namun marahku bukanlah kehancuran,
Ia adalah jalan menuju terang,
Untuk meraih masa depan tanpa tekanan,
Aku marah karena aku peduli,
Pada dunia yang harus lebih berarti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun