Kita berharap bahwa tahun 2025 akan membawa angin perubahan, bahwa perang yang mencabik-cabik kehidupan akan digantikan oleh dialog yang membangun. Kita memimpikan dunia yang lebih adil, di mana anak-anak tidak lagi menjadi korban kekerasan, dan keluarga tidak lagi terpisah oleh ambisi kekuasaan. Namun, sejarah telah mengajarkan kita bahwa harapan sering kali dihadapkan pada kenyataan yang keras, bahwa perubahan membutuhkan lebih dari sekadar doa dan impian.
Tahun 2025 juga membawa tantangan baru yang belum terbayangkan. Krisis ekonomi, perubahan iklim, dan ketegangan geopolitik adalah ancaman nyata yang terus menghantui. Kita tidak tahu apakah tahun ini akan menjadi awal dari kebangkitan, atau justru babak baru dari penderitaan. Tetapi, meski takdir masih tersembunyi, kita tidak boleh berhenti berharap. Harapan adalah jangkar yang menjaga kita tetap teguh di tengah badai ketidakpastian.
Namun, harapan saja tidak cukup. Kita harus bersiap untuk kecewa, untuk menghadapi kenyataan bahwa tidak semua keinginan akan terwujud. Kekecewaan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari perjalanan untuk menemukan apa yang benar-benar penting. Jika kita belajar menerima kegagalan dengan hati yang terbuka, maka kekecewaan akan menjadi guru, bukan musuh.
Tahun 2025 adalah misteri, tetapi di balik misteri itu ada peluang untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik. Dengan hati yang penuh harapan namun kaki yang tetap berpijak pada realitas, kita melangkah ke depan. Karena, meskipun kekecewaan mungkin mengintai, hanya dengan keberanian untuk berharaplah kita dapat menemukan cahaya di ujung terowongan yang gelap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H