Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Tuhan dalam Fisika : Sebuah Simfoni Semesta

26 Desember 2024   07:47 Diperbarui: 26 Desember 2024   07:57 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehampaan ruang angkasa yang tampaknya kosong, fisikawan menemukan energi vakum, sesuatu yang membuktikan bahwa tidak ada tempat benar-benar kosong. Bahkan dalam kekosongan, ada denyut kehidupan. Ini mengingatkan kita pada ajaran agama bahwa Tuhan ada di mana-mana, bahkan di tempat yang tampaknya tak memiliki substansi.

Dari teori Big Bang, kita diajak kembali ke awal waktu, saat alam semesta melahirkan dirinya sendiri dalam ledakan besar. Georges Lematre, seorang fisikawan dan imam Katolik, adalah orang pertama yang mengusulkan gagasan ini. Baginya, Big Bang adalah "Let There Be Light" versi ilmiah, momen ketika Tuhan menciptakan segala sesuatu dari kehampaan.

Namun, fisika juga membawa kita pada paradoks besar. Jika waktu memiliki awal, maka apa yang ada sebelum waktu itu ada? Jika alam semesta mengembang, apa yang ada di luar batasnya? Stephen Hawking pernah berkata bahwa bertanya apa yang ada sebelum Big Bang adalah seperti bertanya apa yang ada di utara Kutub Utara. Namun, bagi banyak orang, pertanyaan ini mengarah pada keberadaan sesuatu yang tak berbatas---sesuatu yang hanya bisa kita sebut sebagai Tuhan.

Dalam matematisasi keindahan semesta, Paul Dirac menemukan simetri mendalam yang menghubungkan partikel dan antipartikel. Simetri ini, baginya, adalah tanda bahwa alam semesta memiliki estetika yang tidak bisa dijelaskan oleh kebetulan. Tuhan, bagi Dirac, adalah keindahan itu sendiri.

Ketika kita melihat ke dalam struktur atom, kita menemukan bahwa lebih dari 99% dari atom adalah kehampaan. Namun dari kehampaan inilah segala sesuatu ada. Fisikawan modern seperti Carlo Rovelli berbicara tentang teori loop quantum gravity, di mana ruang itu sendiri adalah jaringan yang tak terlihat namun saling terhubung. Apakah ini adalah kain tempat Tuhan menjahit semesta?

Matematikawan Kurt Gdel, dalam buktinya yang terkenal tentang ketaklengkapan, menunjukkan bahwa ada kebenaran yang tidak dapat dibuktikan dalam sistem mana pun. Ini adalah pengingat bahwa meskipun fisika dapat menjelaskan banyak hal, ada sesuatu yang selalu berada di luar jangkauan kita. Mungkin, ini adalah tempat Tuhan bersembunyi.

Dalam termodinamika, hukum kedua menyatakan bahwa entropi selalu meningkat. Namun, mengapa ada hukum ini? Mengapa semesta bergerak dari keteraturan menuju kekacauan, seperti melodi yang berakhir dalam keheningan? Dalam proses ini, kita melihat tanda-tanda Tuhan yang tidak hanya menciptakan tetapi juga mengatur akhir.

 Bahkan dalam teori relativitas, waktu dan ruang tidaklah absolut. Mereka adalah ilusi yang muncul dari gravitasi dan kecepatan. Apakah ini adalah cara Tuhan menunjukkan bahwa realitas kita hanyalah bayangan dari realitas yang lebih besar?

Alam semesta ini sangat besar, sangat luas, hingga terasa mustahil kita hanyalah kebetulan kecil. Namun, dari rasa kecil itulah muncul rasa kagum yang luar biasa. Dalam ketidakberdayaan, kita menemukan kekuatan. Dalam keterbatasan, kita menemukan kemungkinan tak terbatas.

Ketika matematikawan dan fisikawan seperti Roger Penrose berbicara tentang keindahan matematika dalam hukum alam, mereka sebenarnya berbicara tentang sebuah bahasa yang melampaui manusia. Matematika adalah cara Tuhan berbicara, dan kita hanyalah murid yang mencoba membaca tulisan-Nya.

Tuhan dalam fisika bukanlah sosok yang berbicara melalui kata-kata, tetapi melalui harmoni. Dia adalah keteraturan dalam kekacauan, keindahan dalam simetri, dan misteri dalam yang tidak diketahui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun