Dalam diam, Pak Surya memandang langit yang cerah, mengingatkan dirinya tentang masa kecil yang penuh kebahagiaan. Namun, kenyataan kini berkata lain. Tanah yang ia garap dengan penuh cinta kini harus dijual, karena utang yang tak terbayar.
Dalam diam, Bu Indah merasakan kesepian yang menggelayuti hidupnya setelah suaminya pergi untuk mencari pekerjaan di luar kota. Ia harus menjaga anak-anaknya sendiri, meski tak ada cukup penghasilan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam diam, Pak Rudi berusaha keras untuk menahan rasa sakit akibat kecelakaan kerja yang membuatnya tak bisa bekerja seperti dulu. Namun, pengobatan yang ia butuhkan tak bisa ia dapatkan, dan ia hanya bisa menahan derita tanpa ada yang peduli.Â
Dalam diam, Bu Zainab menerima kenyataan bahwa anak-anaknya harus berhenti sekolah karena tidak mampu lagi membayar biaya pendidikan. Setiap hari ia berusaha menghibur anak-anaknya dengan kata-kata manis, meski hatinya hancur melihat impian mereka yang tak bisa tercapai.
 Dalam diam, Pak Andi menyaksikan rumahnya yang hampir roboh karena tidak terawat. Ia tidak bisa lagi memperbaikinya, sementara setiap upaya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik selalu menemui kegagalan.
 Dalam diam, Bu Mardiana menahan lapar yang kerap datang menghampiri, sembari berpikir bagaimana ia bisa memberi makan anak-anaknya. Setiap hari ia bekerja keras, namun apa yang ia dapatkan selalu terasa kurang.
 Dalam diam, Pak Heru menatap halaman rumah yang dulu penuh dengan tanaman hijau, kini gersang dan tandus. Ia berusaha menanam sesuatu, namun hasilnya tak memadai, dan ia tak tahu harus berbuat apa lagi.
Dalam diam, Bu Sulastri merasa tak ada lagi tempat untuk berharap. Semua bantuan yang dijanjikan tak pernah sampai ke tangannya, dan ia hanya bisa berdoa agar besok hari menjadi lebih baik, meskipun rasa putus asa menggerogoti hatinya.
Dalam diam, Pak Karman melihat dunia di sekelilingnya berubah begitu cepat, sementara dirinya terjebak dalam kesulitan yang tak berkesudahan. Ia merasa seperti menjadi bagian dari kisah yang terlupakan, yang tak ada yang peduli.
Dalam diam, Bu Wati merasakan beratnya hidup yang penuh dengan tantangan. Meski ia harus berjuang sendiri, ia tak pernah menyerah. Namun, ia sadar, dalam setiap langkah yang ia ambil, ada bisikan tentang ketidakadilan yang membungkam suaranya.
Dalam diam, sesungguhnya mereka sedang berbicara tentang ketidakadilan yang menimpa kehidupan mereka, tentang suara yang tak pernah didengar, dan tentang harapan yang terkubur dalam kesunyian.