Gadis kecilku bertanya, "Jadi, kita tidak perlu kue atau baju baru, Ayah?" Aku tersenyum dan menjawab, "Tidak, Sayang. Yang terpenting adalah kita saling memiliki."
 Aku menyadari bahwa dalam kesederhanaan, ada keindahan yang sering terlupakan. Natal kali ini adalah kesempatan bagiku untuk mengajarkan kepada anak-anakku bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada materi.
Dengan suara lirih, kami menyanyikan lagu-lagu Natal. Tidak ada alat musik, hanya suara kami yang bersatu. Tetapi, itu adalah momen yang paling indah yang pernah aku alami.
 Ibuku mengambil tangan gadis kecilku dan berkata, "Kalian adalah hadiah terbesar bagi Ayah kalian. Cintailah dia, karena cinta adalah harta yang tidak ternilai."
 Dalam hati, aku mengucap syukur. Meski tak ada yang bisa kuberikan secara materi, aku memiliki kasih yang melimpah untuk dibagikan.
Natal kali ini mengajarkanku bahwa kebahagiaan tidak harus mewah. Sebuah lilin kecil bisa memberikan terang yang cukup untuk mengusir gelap.
Tuhan Yesus lahir dalam kesederhanaan, tetapi kehadiran-Nya membawa pengharapan bagi dunia. Dalam kesederhanaanku, aku juga bisa menemukan pengharapan itu.
Aku memeluk dua gadis kecilku dengan erat. Mereka adalah alasan aku harus terus berjuang, meski dunia ini terasa berat.
Di tengah malam Natal, aku merasakan kedamaian yang luar biasa. Tuhan hadir bukan dalam gemerlap, tetapi dalam hati yang terbuka untuk-Nya.
Natal kali ini mungkin tidak sempurna, tetapi aku tahu, inilah Natal yang sesungguhnya. Dalam kesederhanaan, aku menemukan arti sejati dari kasih Tuhan.---
(Kisah sejatiku, Luwuk 22/12/2024)