Puisi ini lahir dari keterpaksaan, namun di dalamnya ada kekuatan."
"Ada saat-saat dalam hidup di mana diam bukan lagi pilihan, dan satu-satunya cara untuk bertahan adalah menuliskan apa yang dirasakan, meski berat.Terpaksa kutulis puisi ini,
Bukan karena ingin, tapi karena harus.
Kata-kata datang mengisi sunyi,
Mengetuk pintu hati yang rapuh,
Mengalir perlahan di tengah gulana.
Aku tak tahu untuk siapa ini,
Mungkin untuk diriku sendiri.
Setiap kata adalah jeritan sepi,
Yang tersembunyi di balik sunyi,
Terpaksa kutulis, meski enggan.
Bukan ini yang kuinginkan,
Tapi hati tak bisa terus diam.
Setiap luka tak bisa dipendam,
Maka kubiarkan bait ini berjalan,
Menemukan arah di tengah malam.
Terpaksa kutulis puisi ini,
Karena ada beban yang harus kubagi.
Bukan untuk didengar atau dimengerti,
Hanya ingin mencurahkan isi hati,
Agar tak lagi tenggelam sendiri.
Kata-kata ini terasa asing,
Seperti suara dari tempat yang jauh.
Namun mereka datang tanpa izin,
Menghancurkan dinding hati yang lusuh,
Dan kini kubiarkan mereka hidup.
Aku tak pandai merangkai kalimat,
Tapi puisi ini tetap harus ada.
Terpaksa kutulis, meski berat,
Karena ini satu-satunya cara,
Untuk menghadapi dunia yang muram.
Setiap bait adalah perjalanan,
Melawan gelap yang menutupi jalan.
Namun aku tetap melangkah perlahan,
Menemukan terang di ujung harapan,
Meski rasa ragu terus menghantui.
Terpaksa kutulis, meski terasa hambar,
Karena diam hanya menambah luka.
Setiap kalimat adalah pelipur,
Yang kugenggam di tengah gulita,
Walau cahaya itu nyaris tak ada.
Kata-kata ini mungkin tak indah,
Tapi mereka lahir dari kejujuran.
Aku menulis tanpa peduli resah,
Hanya ingin melepaskan perasaan,
Yang selama ini terkurung dalam diam.
Terpaksa kutulis puisi ini,
Meski terasa tak bermakna.
Namun setiap bait adalah saksi,
Bahwa aku pernah mencoba,
Menerobos sepi yang tak bertepi.
Dalam bait ini, kutemukan nafas,
Walau pendek dan tak sempurna.
Aku menulis untuk melepas,
Beban yang kian menguasai dada,
Dan mencari jalan kembali ke cahaya.
Kehidupan ini terlalu berat,
Namun aku tak bisa menyerah.
Terpaksa kutulis untuk bertahan,
Karena kata-kata adalah senjata,
Melawan rasa yang ingin mematahkan.
Setiap kalimat adalah jeritan kecil,
Yang tertahan di tenggorokan.
Aku menulis dengan hati yang labil,
Namun tetap kugenggam harapan,
Agar hidup ini tak sepenuhnya hilang.
Terpaksa kutulis puisi ini,
Bukan karena aku ingin dikenang.
Hanya saja, aku butuh tempat berbagi,
Tentang rasa yang terlalu panjang,
Dan beban yang tak henti menghantam.
Kata-kata ini adalah pelipur,
Meski kadang mereka melukai.
Namun aku tak punya pilihan lain,
Selain menulis untuk mengobati diri,
Dan mencari kedamaian di tengah riuh dunia.
Terpaksa kutulis puisi ini, agar menjadi teman,
Di kala sepi mengetuk tanpa undangan.
Saat malam terlalu panjang,
Dan hati terjebak dalam kenangan,
Aku butuh kata-kata sebagai pelipur kesunyian.
Terpaksa kutulis puisi ini, karena dunia,
Terlalu bising untuk mendengar rasa.
Setiap suara hilang di antara dusta,
Hanya bait ini yang bisa berbicara,
Mengungkap kebenaran yang sering terlupa.
Terpaksa kutulis meski terasa sia-sia,
Karena diam tak pernah jadi jawaban.
Dalam puisi ini, kutemukan makna,
Walau samar seperti kabut di kejauhan,
Namun tetap kusimpan sebagai pegangan.
Setiap bait adalah refleksi,
Tentang luka yang tak pernah sembuh.
Aku menulis meski tak ada arti,
Hanya untuk mengisi ruang yang runtuh,
Dan mencari alasan untuk terus melangkah.
Terpaksa kutulis puisi ini,
Karena hidup ini tak selamanya ramah.
Namun di balik setiap kalimat sunyi,
Ada harapan kecil yang tetap menyala,
Walau redup, ia terus bertahan.
Kata-kata ini mungkin tak abadi,
Namun mereka adalah penopang saat jatuh.
Aku menulis untuk mengingat diri,
Bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh,
Dengan luka, cinta, dan kenangan yang utuh.
Kini puisi ini kuakhiri,
Namun rasa di hati belum benar reda.
Terpaksa kutulis, namun tak selesai,
Karena hidup ini tak pernah sempurna,
Dan puisi adalah cara indah untuk bertahan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI