Dengan menjadi inklusif, pers tidak hanya menjalankan fungsinya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai agen perubahan yang memperjuangkan keadilan sosial. Pers inklusif adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih setara dan harmonis, di mana setiap individu merasa didengar dan dihargai.
Berorientasi pada Kebenaran: Pilar Utama Jurnalisme
Kebenaran adalah fondasi utama dari semua aktivitas jurnalistik. Tanpa komitmen yang kuat terhadap kebenaran, pers kehilangan identitasnya sebagai pilar keempat demokrasi dan hanya akan menjadi alat propaganda atau penyebar disinformasi. Dalam menjalankan tugasnya, pers memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk memastikan bahwa setiap informasi yang disampaikan berbasis fakta yang dapat diverifikasi.
Kebenaran dalam jurnalisme tidak hanya berarti sekadar menyampaikan fakta, tetapi juga mengutamakan konteks dan latar belakang yang melengkapi informasi tersebut. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam The Elements of Journalism menegaskan bahwa tugas utama jurnalis adalah memberikan masyarakat versi kebenaran terbaik yang bisa mereka dapatkan. Ini melibatkan penelitian mendalam, pelaporan berimbang, serta kejujuran dalam menyampaikan informasi.
Namun, tantangan terhadap kebenaran semakin meningkat di era digital. Dengan maraknya berita palsu (fake news) dan misinformasi yang menyebar cepat melalui media sosial, pers dituntut untuk lebih tegas dalam mempertahankan standar profesionalisme. Misalnya, berita tentang pandemi COVID-19 menunjukkan bagaimana informasi yang tidak benar dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan menciptakan ketakutan yang tidak perlu. Dalam situasi seperti ini, pers berperan penting sebagai sumber informasi tepercaya yang dapat menenangkan dan memberikan panduan berbasis fakta.
Untuk menjaga orientasi pada kebenaran, media perlu memiliki tim verifikasi yang kuat, menjunjung kode etik jurnalistik, serta melatih jurnalis untuk menghindari bias. Selain itu, transparansi dalam menyajikan sumber informasi menjadi langkah penting untuk membangun kepercayaan publik.
Dengan berorientasi pada kebenaran, pers tidak hanya melayani masyarakat dengan informasi yang akurat, tetapi juga memperkokoh nilai-nilai demokrasi dan memperjuangkan keadilan. Kebenaran adalah kompas moral yang membedakan pers sejati dari sekadar penyampai opini atau propaganda.
Memiliki Tanggung Jawab Sosial: Pilar Etika dalam Kebebasan Pers
Kebebasan pers tidak berarti kebebasan tanpa batas. Sebagai salah satu pilar demokrasi, media memiliki tanggung jawab sosial yang melekat pada setiap aktivitas jurnalistiknya. Tanggung jawab ini menuntut media untuk memastikan bahwa pemberitaannya tidak hanya akurat dan relevan, tetapi juga tidak merugikan masyarakat. Kebebasan yang tidak disertai tanggung jawab justru berpotensi menimbulkan disinformasi, memperkeruh konflik, atau bahkan menciptakan ketidakstabilan sosial.
Tanggung jawab sosial pers mencakup berbagai aspek, seperti menjaga integritas pemberitaan, melindungi privasi individu, dan menghindari penyebaran ujaran kebencian atau provokasi. Sebagai contoh, dalam meliput peristiwa konflik atau tragedi, media harus berhati-hati agar tidak memperkeruh situasi atau memperburuk penderitaan korban. Penyajian berita yang sensasional, meskipun menarik perhatian pembaca, sering kali melanggar prinsip tanggung jawab sosial karena berpotensi memanipulasi opini publik atau menimbulkan keresahan.
Pandangan ini sejalan dengan teori Social Responsibility dalam jurnalisme, yang menekankan bahwa kebebasan pers harus diimbangi dengan etika dan kepedulian terhadap dampak pemberitaan. Hal ini telah diterapkan dalam banyak negara melalui kode etik jurnalistik, seperti Kode Etik Jurnalistik Indonesia, yang mengatur bahwa jurnalis wajib menghormati hak asasi manusia, menjaga keberimbangan, dan menghindari diskriminasi.