Tidak Terafiliasi dengan Kepentingan di Luar Fungsi Pers
Pers memiliki fungsi utama sebagai penyampai informasi yang faktual, mendidik masyarakat, dan mengawasi kekuasaan. Ketika pers terafiliasi dengan kepentingan tertentu, baik politik, ekonomi, maupun ideologi, integritasnya menjadi dipertanyakan. Pers yang berpihak pada kepentingan di luar tugasnya sering kali kehilangan independensi, sehingga fungsi utamanya sebagai pilar keempat demokrasi terganggu.
Affiliasi ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk, misalnya melalui dukungan terang-terangan terhadap partai politik, kelompok tertentu, atau pemilik modal. Di banyak negara, media yang dimiliki oleh politisi atau pengusaha besar cenderung menjadi alat untuk menyuarakan kepentingan mereka. Sebagai contoh, dalam momen pemilu, media yang terafiliasi dengan kandidat tertentu sering kali mengarahkan pemberitaan untuk menguntungkan pihak tersebut, bukan untuk menyampaikan fakta kepada publik.
Dampaknya adalah berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap media. Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengancam keutuhan demokrasi, karena pers tidak lagi berfungsi sebagai pengawas yang netral. Pandangan yang serupa diungkapkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam The Elements of Journalism, bahwa loyalitas utama pers haruslah kepada kebenaran dan masyarakat, bukan kepada pemilik modal atau institusi lain.
Untuk mencegah afiliasi ini, diperlukan profesionalisme dan kode etik jurnalistik yang kuat. Sebagai contoh, media harus memiliki kebijakan editorial yang tegas untuk menjaga jarak dari pengaruh luar. Transparansi dalam kepemilikan media juga menjadi kunci agar masyarakat dapat menilai independensi sebuah institusi pers.
Dengan tetap berpegang teguh pada fungsi utamanya, pers dapat menjaga kepercayaan publik dan berkontribusi secara positif dalam menciptakan masyarakat yang kritis, informatif, dan demokratis. Integritas yang tak tergoyahkan adalah pondasi untuk memastikan pers tetap menjadi penyalur informasi yang obyektif.
Pers yang Inklusif: Menjaga Keberagaman dalam Informasi
Pers yang inklusif adalah pers yang mampu mewakili keberagaman masyarakat, termasuk kelompok minoritas yang sering kali terpinggirkan. Keberagaman ini mencakup ras, etnis, agama, gender, orientasi seksual, hingga kelompok marjinal seperti masyarakat adat, disabilitas, dan kaum miskin kota. Inklusivitas dalam pemberitaan tidak hanya memperkaya perspektif masyarakat, tetapi juga memperkuat fungsi pers sebagai cermin realitas sosial yang adil dan menyeluruh.
Ketika pers hanya fokus pada suara mayoritas atau kelompok dominan, kelompok minoritas sering kali terabaikan atau bahkan distigma dalam pemberitaan. Misalnya, dalam pemberitaan konflik agraria, suara masyarakat adat sering tenggelam oleh narasi besar yang mendukung kepentingan korporasi atau pemerintah. Situasi ini menunjukkan perlunya pers inklusif yang tidak hanya memberitakan fakta, tetapi juga memperjuangkan keadilan dengan memberikan ruang bagi suara yang jarang terdengar.
Dalam praktiknya, pers inklusif dapat diwujudkan melalui peliputan yang berimbang, bahasa yang sensitif, dan representasi yang adil. Contohnya adalah bagaimana media harus menghindari stereotip atau generalisasi yang dapat memperburuk diskriminasi. Pers juga harus melibatkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk mereka yang berasal dari kelompok minoritas, untuk memastikan sudut pandang yang beragam.
Pendekatan inklusif ini selaras dengan pandangan UNESCO yang menekankan bahwa media memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan pluralisme dan toleransi dalam masyarakat. Di era digital saat ini, pers juga dapat memanfaatkan platform media sosial untuk menjangkau komunitas yang sebelumnya terisolasi.