Di pelosok desa hingga kota besar, corong itu menggema. Ia seperti cahaya fajar yang tak terbendung oleh kegelapan, membawa harapan ke seluruh penjuru negeri.
Keberaniannya adalah panutan. Dalam ketakutan, ia tetap berbicara. Dalam ancaman, ia tetap bernyanyi. Ia seperti lilin kecil yang terus menyala di tengah badai.
 Ketika suara-suara lain memilih diam, corong itu tetap berteriak. Ia menjadi terompet kebenaran bagi mereka yang dibungkam, sebuah nyala api yang tak kunjung padam.
 Corong itu adalah saksi sejarah yang setia. Ia mencatat perjalanan manusia seperti tinta di atas papirus kuno, menyimpan kisah-kisah keadilan dan ketidakadilan untuk generasi mendatang.
Tidak ada kekuatan yang mampu memusnahkannya. Ia seperti phoenix yang bangkit dari abu, selalu kembali lebih kuat meski dihancurkan berkali-kali.
 Ia bukan sekadar alat penyampai informasi. Corong itu adalah penjaga jiwa manusia, seperti cermin yang memantulkan nurani kolektif masyarakat.
Ketika yang lemah dilayani, corong itu menjadi melodi kemenangan, seperti simfoni alam yang memuja keadilan.
Kejujuran adalah napasnya. Tanpa kejujuran, corong itu kehilangan nyawanya, menjadi sekadar benda mati yang tak bermakna.
Ia adalah penggerak perubahan. Banyak revolusi besar dimulai dari suara kecil yang digemakan melalui corong ini. Seperti tetesan air yang perlahan melubangi batu, corong itu mengubah dunia.
 Corong itu tidak dapat dikelabui. Kebohongan sebesar apa pun seperti bayangan yang hilang di bawah sinar matahari kebenaran.
Ia hadir di setiap sudut kehidupan, dari pasar tradisional hingga aula akademik, dari layar televisi hingga media digital. Ia seperti udara, selalu ada di mana-mana.