Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Penat Dalam Diam

15 Desember 2024   07:27 Diperbarui: 15 Desember 2024   08:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penat dalam Diam

Penat merayap di sudut jiwa,
seperti bayang-bayang malam yang enggan sirna.
Kata-kata kususun, tak kunjung sempurna,
seolah tinta kehilangan maknanya.

Langit menggulung warna senja,
mengajakku bertanya tentang lelah yang ada.
Apakah ini luka atau sekadar jeda?
Ataukah rindu yang tak bernama?

Namun, di tengah pekatnya rasa,
ada desir angin menyapa mesra.
Membisikkan janji pada sang pena,
bahwa karya tak pernah sia-sia.

Maka kutemukan terang dalam letih,
puisi ini adalah nafas yang lirih.
Merangkai kata di batas sunyi,
menjadi pelipur bagi hati yang sunyi.

Dalam diam, aku bercakap pada waktu,
bertanya tentang mimpi yang perlahan layu.
Haruskah kulanjutkan langkahku?
Atau berhenti, memberi ruang pada diriku?

Lembar-lembar malam terurai perlahan,
bersama sisa tenaga yang kugenggam.
Menapak jalan yang penuh beban,
hanya berbekal harapan yang kusimpan.

Penat ini adalah guru yang setia,
mengajarkan arti sabar tanpa cela.
Bahwa setiap tetes keringat yang ada,
adalah batu pijakan menuju bahagia.

Kutatap gelap yang tak lagi pekat,
ada cahaya kecil yang perlahan mendekat.
Mengingatkanku bahwa perjalanan berat,
adalah seni hidup yang penuh hikmat.

Angin malam menyelimuti tubuh yang lemah,
namun tak memadamkan api semangat yang merekah.
Sebab di balik setiap kelelahan yang menyerah,
tersimpan kekuatan yang tak pernah punah.

Penat hanyalah bayangan sementara,
yang menguji seberapa besar tekad manusia.
Dan aku, meski letih dan penuh tanya,
akan terus berjalan, melampaui ragu yang ada.

Malam bergulir, membawa rasa damai,
membisikkan kisah tentang asa yang tak surai.
Aku paham, penat ini bukanlah akhir,
tapi jeda, untuk merajut mimpi yang lebih mahir.

Penat adalah sunyi yang tak dapat dibagi,
seperti ombak yang tak pernah berhenti.
Ia datang tanpa janji,
dan pergi meninggalkan jejak tak kasat di hati.

Kadang, ia menyusup di sela tawa,
mengendap dalam riuh dunia.
Diam-diam menggurat luka,
namun memberi ruang untuk mengenal makna.

Dalam penat, kita temukan diri,
bersama lelah yang berbisik lirih.
Ia mengajarkan kita berdamai,
bahwa kekuatan tak selalu tentang menang melawan badai.

Penat bukan musuh yang harus dibenci,
melainkan teman yang mengajak berhenti.
Sejenak merenungi arti dari perjalanan ini,
agar esok langkah menjadi lebih berarti.

Kini aku berdiri di ujung sepi,
melihat cakrawala yang mulai bersemi.
Sadar bahwa penat adalah bagian dari diri,
yang menguatkan langkah menuju esok hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun