Dalam mimpi aku terdampar,
Di lembah sunyi tanpa suara,
Hanya bayang yang samar-samar,
Menyapa jiwa yang kerap terluka.
Langit pekat tanpa cahaya,
Menelusup dingin di dada hampa,
Namun ada rasa yang ingin menyapa,
Menyentuh harap di balik gelora.
Melamun aku, meniti batas,
Antara nyata dan semu yang kabur,
Angin sejuk mengusap bebas,
Mengajakku menari di ruang makmur.
Ada wajah-wajah yang melintas redup,
Membawa cerita dari masa silam,
Senyum mereka seperti api hidup,
Menyalakan jiwa yang hampir tenggelam.
Setiap detik dalam lamunan,
Adalah potongan waktu yang tak kembali,
Namun kutemukan arti perjalanan,
Yang terselip di celah mimpi.
Di ujung bayang kutemui rindu,
Pada dunia yang pernah bersahaja,
Pada langkah-langkah kecil dahulu,
Yang kini terbungkus kabut nostalgia.
Aku melangkah tanpa sadar,
Menyentuh tepi mimpi yang berkilau,
Seakan ada janji yang bersandar,
Menunggu aku melabuhkan risau.
Ruang-ruang ini begitu luas,
Namun terasa hangat dan dekat,
Seperti pelukan yang tak pernah lepas,
Menghantarkan damai di tengah pekat.
Lamunan ini, meski tak nyata,
Adalah pelarian jiwa yang lelah,
Namun ia juga menjadi prasasti,
Tempat kutemukan harap yang indah.
Dalam mimpi kutulis sajak,
Tentang hidup yang penuh warna,
Tentang cinta yang tak pernah retak,
Meski diterpa badai waktu yang lama.