Max Weber mengkritik reduksi kelas dalam analisis Marx dengan menambahkan dimensi status dan partai sebagai faktor penting dalam stratifikasi sosial. Menurut Weber, kekuasaan tidak hanya berasal dari ekonomi tetapi juga dari pengaruh sosial dan politik.
Intersectionality Theory oleh Kimberl Crenshaw menunjukkan bagaimana identitas seperti gender, ras, dan kelas saling berinteraksi untuk menciptakan pengalaman penindasan yang kompleks, memperlihatkan keterbatasan pendekatan tunggal berbasis kelas.
3. Reduksionisme Ekonomi
Pendekatan Marx dianggap terlalu deterministik, menganggap bahwa semua aspek kehidupan masyarakat---politik, budaya, dan ideologi---ditentukan oleh struktur ekonomi dan hubungan produksi.
Antonio Gramsci, melalui konsep hegemoni budaya, menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya terletak pada ekonomi tetapi juga pada kontrol ideologi dan budaya, yang menciptakan legitimasi bagi dominasi kelas penguasa.
Cultural Materialism oleh Raymond Williams menawarkan pandangan bahwa budaya dan ekonomi memiliki hubungan dialektis, saling memengaruhi, bukan hubungan deterministik satu arah.
4. Gagal Memahami Kompleksitas Kapitalisme Modern
Marx tidak dapat memprediksi perkembangan kapitalisme modern, termasuk peran regulasi negara, hak buruh, dan sistem kesejahteraan sosial dalam meredam ketegangan kelas.
Joseph Schumpeter dalam Capitalism, Socialism and Democracy menjelaskan bagaimana kapitalisme memiliki dinamika kreatif yang mampu menghasilkan inovasi dan adaptasi, membuatnya lebih tangguh daripada yang diperkirakan Marx.
Keynesian Economics menekankan peran intervensi negara dalam mengelola pasar, yang menjadi dasar bagi sistem ekonomi campuran yang tidak sepenuhnya kapitalis atau sosialis.
5. Kesalahan dalam Teori Nilai Kerja