3. Pandangan Pesimistis tentang Sifat Dasar Manusia
Hobbes menggambarkan manusia sebagai makhluk egois yang selalu mementingkan kepentingan pribadi. Kritik terhadap pandangan ini datang dari filsuf lain, seperti John Locke, yang memiliki pandangan lebih optimistis tentang sifat manusia. Locke percaya bahwa manusia secara alami mampu bekerja sama tanpa otoritas absolut.
Dalam konteks modern, pandangan Hobbes sering digunakan untuk membenarkan pengawasan yang ketat oleh negara terhadap warganya. Contohnya, kebijakan pengawasan massal oleh negara dengan alasan keamanan nasional sering diperdebatkan. Negara-negara seperti Cina dengan sistem pengawasan berbasis teknologi, atau kebijakan anti-terorisme di Amerika Serikat pasca 9/11, menunjukkan penerapan teori Hobbesian bahwa manusia perlu diawasi untuk mencegah kekacauan. Namun, kritik menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat melemahkan kepercayaan sosial dan menciptakan ketegangan antara rakyat dan pemerintah.
4. Kekhawatiran terhadap Konsentrasi Kekuasaan
Pandangan Hobbes tentang negara sebagai Leviathan yang absolut menciptakan kekhawatiran tentang konsentrasi kekuasaan yang tidak terkendali. Di era modern, banyak negara mengalami penyalahgunaan kekuasaan akibat tidak adanya mekanisme pengawasan yang memadai. Hal ini terlihat dalam contoh negara-negara dengan rezim otoriter di mana pemerintah menggunakan narasi stabilitas dan keamanan untuk menindas oposisi dan membungkam kebebasan pers.
Sebaliknya, negara-negara demokrasi modern cenderung membangun institusi yang dapat membagi kekuasaan dan mempromosikan akuntabilitas. Sebagai contoh, Mahkamah Konstitusi atau Ombudsman di beberapa negara demokrasi dirancang untuk mengawasi tindakan pemerintah, memastikan tidak ada kekuasaan absolut seperti yang diusulkan Hobbes.
5. Konteks Sosial yang Berubah
Pemikiran Hobbes lahir dari kekacauan politik Inggris abad ke-17, yang ditandai dengan perang sipil dan ketidakstabilan sosial. Kritik modern menunjukkan bahwa pandangannya tidak selalu relevan untuk masyarakat yang relatif stabil dan berfungsi dengan baik. Negara-negara dengan demokrasi mapan, seperti Norwegia atau Swedia, menunjukkan bahwa masyarakat dapat menjaga stabilitas tanpa harus bergantung pada otoritas absolut. Negara-negara ini mengutamakan sistem hukum yang adil, partisipasi publik yang aktif, dan pengawasan terhadap pemerintah, menunjukkan bahwa stabilitas dapat dicapai tanpa pengorbanan besar terhadap kebebasan individu.
Selain itu, perkembangan global dalam hak asasi manusia, desentralisasi kekuasaan, dan teknologi digital menciptakan konteks baru yang tidak diantisipasi oleh Hobbes. Dengan adanya masyarakat yang semakin terhubung melalui teknologi, kontrol absolut oleh negara seperti yang digambarkan Hobbes dianggap sulit diterapkan tanpa menimbulkan resistensi dari masyarakat global.
Kesimpulan Kritik dalam Konteks Negara Modern
Meski pandangan Hobbes memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya keamanan dan ketertiban dalam masyarakat, penerapan idenya dalam konteks modern menunjukkan kelemahan mendasar. Negara-negara modern cenderung berupaya mencari keseimbangan antara stabilitas, kebebasan individu, dan hak asasi manusia.