Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Ambang Bencana

23 November 2024   15:50 Diperbarui: 23 November 2024   16:12 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gloomy Zombie (Wallpapers)

Di Ambang Bencana

Bila kau rasa terik memanggang setiap hari,
Maka itu artinya bumi sedang menangis sendiri.
Semua itu terjadi karena kita tak peduli,
Menebang hutan, membakar mimpi hijau di pagi hari.

Bila kau lihat lautan naik melahap pantai,
Maka itu artinya alam tak lagi damai.
Semua itu terjadi karena tamak yang tak kunjung selesai,
Menggali dasar bumi, merobek hatinya hingga rapuh dan layu.

Bila kau dengar dentuman perang di kejauhan,
Maka itu artinya manusia lupa makna perdamaian.
Semua itu terjadi karena nafsu kuasa melampaui kemanusiaan,
Membuat darah jadi mata uang dalam perdagangan.

Bila kau saksikan anak-anak kelaparan di jalan,
Maka itu artinya ekonomi rapuh penuh kejahatan.
Semua itu terjadi karena sistem mencipta jurang perbedaan,
Yang kaya semakin angkuh, yang miskin terpuruk kehilangan harapan.

Bila kau hirup udara penuh debu dan asap,
Maka itu artinya kota telah berubah jadi jerat.
Semua itu terjadi karena keserakahan yang melumat,
Membangun beton tanpa cinta, melupakan semesta yang kian sesak.

Bila kau rasa musim tak lagi menentu,
Maka itu artinya iklim berubah menjadi musuhmu.
Semua itu terjadi karena janji-janji palsu,
Tentang energi hijau yang hanya tersimpan di buku.

Bila kau dengar jerit-jerit satwa di hutan,
Maka itu artinya habitat mereka musnah perlahan.
Semua itu terjadi karena rakusnya tangan manusia,
Memburu, menjual, menghancurkan ekosistem yang ada.

Bila kau lihat kota terkubur dalam banjir besar,
Maka itu artinya alam membalas segala ingkar.
Semua itu terjadi karena kita lupa memperbaiki,
Parit-parit tergenang, sungai tersumbat limbah tak bertepi.

Bila kau rasa teknologi justru memisahkan,
Maka itu artinya kemajuan tak lagi memanusiakan.
Semua itu terjadi karena nafsu konsumsi melampaui kebutuhan,
Hidup kita terikat layar, lupa bersentuhan.

Bila kau lihat kemiskinan meluas bagai api,
Maka itu artinya janji keadilan hanyalah mimpi.
Semua itu terjadi karena para pemimpin buta nurani,
Memupuk kuasa tanpa peduli rakyat mati.

Bila kau dengar berita bumi makin panas,
Maka itu artinya waktu kita kian terbatas.
Semua itu terjadi karena keserakahan yang tak berhenti,
Mengabaikan peringatan, menciptakan derita tak bertepi.

Bila kau rasa hukum tak lagi berpihak,
Maka itu artinya keadilan tinggal kenangan di benak.
Semua itu terjadi karena kuasa uang yang meracuni,
Membeli keadilan, menghancurkan integritas abadi.

Bila kau lihat wajah-wajah penuh duka,
Maka itu artinya harapan mulai tenggelam di samudera luka.
Semua itu terjadi karena kita tak belajar dari derita,
Membiarkan kesalahan terus mengintai tanpa jeda.

Bila kau saksikan manusia saling menghancurkan,
Maka itu artinya hati telah menjadi batu tak berperasaan.
Semua itu terjadi karena ego menguasai pikiran,
Melupakan cinta, meninggalkan kemanusiaan.

Bila kau rasa dunia di ambang bencana,
Maka itu artinya waktumu tak lagi lama.
Semua itu terjadi karena kita lalai menjaga,
Namun percayalah, masih ada harapan jika kita segera sadar bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun