Di persimpangan waktu, aku berdiri,
mendengar detik yang berdetak tanpa janji.
Langkah-langkah sunyi saling berburu,
seakan masa lalu dan depan bercumbu.
Jalan bercabang, masing-masing menggoda,
arahnya samar, janji penuh noda.
Matahari condong ke barat,
bayangku sendiri menjadi sahabat.
Hari-hari terselip di celah musim,
angin membawa bisik ragu yang asing.
Apakah ini petunjuk, atau sekadar ilusi?
Aku bertanya pada diri yang ambigu.
Di sana, langkah berat namun pasti,
di sini, jalan terang tapi terasa sepi.
Aku menggambar tanda di pasir waktu,
tapi angin selalu menghapus maksudku.
Setiap simpang menyimpan cerita,
tentang siapa yang datang dan siapa terlupa.
Aku berjalan, tanpa peta atau penanda,
mengikuti suara hati yang kadang berdusta.
Langit pun abu-abu, tak memberi arah,
awan menggulung, menutupi wajah.
Apakah ini perjalanan atau kebingungan?
Persimpangan waktu menyelubung harapan.
Aku menoleh ke belakang,
bayang kenangan menyimpan bimbang.
Apakah masa lalu adalah kunci?
Atau hanya beban yang harus kulupakan kini?
Di depan, jalan panjang memanggil,
hampa dan hening, tak ada yang menjanjikan kilir.
Apakah aku berani untuk melangkah?
Atau terjebak dalam takut yang membuncah?
Angin malam menyapu kulit,
dinginnya menusuk, namun aku sulit
untuk memilih mana yang pasti,
di simpang waktu yang terus menanti.
Waktu, oh waktu,
apakah kau sengaja bermain ragu?
Setiap detikmu adalah pilihan,
tapi jawabannya tetap samar di awan.
Ada cahaya kecil di ujung sana,
berkedip seperti lentera, penuh makna.
Haruskah aku ke sana, ataukah menunggu?
Namun menunggu adalah musuh sang waktu.
Lalu aku sadar, ini bukan soal pilihan,
melainkan keberanian untuk berjalan.
Waktu bukan musuh, tapi pengingat,
bahwa setiap simpang adalah awal yang hangat.
 Aku melangkah, meninggalkan bayang,
merengkuh yang nyata, walau berbilang.
Setiap jejak menghapus keraguan,
persimpangan menjadi kenangan.
Di persimpangan waktu, aku tak lagi sendiri,
langkah ini adalah temanku yang sejati.
Tak perlu peta, tak perlu jawaban pasti,
hanya keberanian untuk terus berdiri.
Waktu tak menunggu, ia terus berlalu,
aku berjalan, membawa rinduku.
Setiap simpang adalah bagian cerita,
dan aku, sang pelukis, menulis takdirku tanpa cela.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI