Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menangislah Sebelum Dilarang

13 November 2024   21:20 Diperbarui: 13 November 2024   21:24 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menangislah Sebelum Dilarang

Menangislah sebelum dilarang,
Sebelum air mata dikunci,
Saat langit masih punya kelam,
Dan bumi menerima sakit hati.

Biarkan derai itu jatuh tanpa malu,
Di pipi yang lelah menanggung beban,
Sebelum tangisan menjadi tabu,
Dilarang oleh dunia yang tak paham perasaan.

Menangislah sebelum ditertawakan,
Sebelum senyum menjadi tameng palsu,
Saat luka masih punya kesempatan,
Untuk berteriak tanpa suara semu.

Biarkan air mata bicara jujur,
Mengalir bersama angin kesedihan,
Sebelum kita dipaksa bungkam,
Oleh aturan tanpa belas kasihan.

Menangislah sebelum dilupakan,
Sebelum rasa sakit dikubur dalam,
Di balik senyum yang terpaksa dipaksakan,
Hati yang pilu perlahan padam.

Tangisan bukan tanda kelemahan,
Ia adalah suara hati yang terluka,
Menangislah sebelum semua perasaan,
Disisihkan di pojok sunyi yang gelap.

Menangislah saat langit mendung,
Saat awan hitam ikut merintih,
Sebelum hujan dilarang turun,
Dan duka disembunyikan di balik selimut putih.

Air mata adalah doa tanpa kata,
Pengakuan dari hati yang merana,
Menangislah sebelum diperintah,
Untuk selalu tertawa tanpa merasa.

Biarkan tangisanmu menjadi saksi,
Dari cerita yang tak terucapkan,
Sebelum dunia meminta bukti,
Bahwa kamu telah lelah berjuang.

Menangislah sebelum terlambat,
Sebelum rasa diredam dalam kepalsuan,
Saat kesedihan masih punya tempat,
Di antara tawa yang penuh beban.

Tangisan adalah obat bagi jiwa,
Yang terluka oleh kenyataan,
Menangislah sebelum semua rasa,
Dihapus oleh kebohongan harapan.

Menangislah saat malam gelap,
Saat bintang malu menampakkan cahaya,
Sebelum pagi datang mengucap,
"Tak ada lagi tempat untuk air mata."

Biarkan tangisan jadi perlawanan,
Saat dunia tak memberi ruang,
Menangislah dengan segala keberanian,
Sebelum hati benar-benar gersang.

Menangislah sebelum waktu berlalu,
Sebelum hidup hanya menyisakan hampa,
Sebab dalam tangisan, kita menemukan diri,
Yang tersesat di labirin nestapa.

Menangislah sebelum dilarang,
Sebelum rasa hilang dari dada,
Sebab air mata adalah kejujuran,
Yang tak boleh dirampas oleh dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun