Cicero lahir pada tahun 106 SM di Arpinum, sebuah kota kecil di Italia, dalam keluarga kelas menengah yang bukan berasal dari bangsawan. Meskipun demikian, keluarganya memiliki cukup pengaruh untuk memberikan Cicero pendidikan terbaik di Roma. Ia belajar di bawah bimbingan ahli-ahli terkenal pada masa itu, baik dalam bidang filsafat, hukum, retorika, maupun oratori.
Sejak usia muda, Cicero menunjukkan bakat luar biasa dalam berpidato. Ia mulai kariernya sebagai advokat, memilih untuk membela kasus-kasus yang sering kali berisiko atau mengundang perhatian publik, dengan tujuan membangun reputasinya. Kariernya berkembang pesat, dan ia berhasil menempatkan dirinya sebagai salah satu pembicara dan ahli hukum paling terkenal di Roma.
Namun, ambisinya tidak hanya terbatas pada dunia hukum. Cicero memiliki tujuan besar untuk masuk ke dunia politik dan pemerintahan. Pada tahun 63 SM, ia terpilih sebagai konsul , jabatan tertinggi dalam pemerintahan Republik Roma , Â dan menjadi orang pertama dari keluarganya yang menduduki jabatan tersebut. Sebagai konsul, Cicero menghadapi tantangan berat saat ia menggagalkan Konspirasi Catiline, yang bertujuan menggulingkan Republik dan memicu kudeta. Keberhasilannya dalam menggagalkan konspirasi ini membuatnya dikenal sebagai pelindung Republik, tetapi juga menimbulkan banyak musuh politik yang kemudian menjadi ancaman bagi keselamatannya.
Pada tahun 58 SM, Cicero diasingkan dari Roma oleh politisi yang memiliki pandangan politik berlawanan, terutama setelah menentang kebijakan-kebijakan Julius Caesar. Cicero kemudian kembali ke Roma pada tahun 57 SM, namun terus menghadapi tekanan politik hingga akhirnya, pada tahun 43 SM, ia dieksekusi di bawah perintah Triumvirat Kedua, yang dipimpin oleh Mark Antony, Octavian (yang kemudian menjadi Augustus), dan Lepidus. Cicero dipandang sebagai ancaman karena retorikanya yang menentang kekuasaan otoriter, khususnya terhadap Mark Antony. Hingga akhir hayatnya, Cicero tetap berpegang pada keyakinan bahwa kebebasan individu dan pemerintahan yang adil adalah yang utama.
Pandangan Cicero tentang Hukum dan Keadilan
Cicero memiliki pandangan yang mendalam dan filosofis tentang hukum, keadilan, dan pemerintahan. Dalam banyak karyanya, termasuk De Legibus ("Tentang Hukum") dan De Re Publica ("Tentang Republik"), ia mengemukakan bahwa hukum sejati bersifat universal dan berakar pada prinsip-prinsip moral yang melekat dalam akal manusia. Baginya, hukum tidak hanya sekadar kumpulan aturan yang dibuat oleh manusia, tetapi sesuatu yang didasarkan pada akal budi dan keadilan alamiah, yang selalu berlaku kapan saja dan di mana saja.
Cicero menekankan bahwa hukum yang baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan universal. Pandangannya ini mengarah pada konsep "hukum alam" (natural law), yaitu gagasan bahwa ada standar moral dan etika yang harus diikuti semua orang, terlepas dari perbedaan budaya, agama, atau latar belakang politik. Menurut Cicero, setiap orang memiliki hak yang tak terpisahkan yang harus dijamin oleh negara, dan tugas negara adalah memastikan keadilan bagi seluruh warganya.
Ia juga percaya bahwa kekuasaan harus berada di bawah hukum, bukan di atasnya. Cicero menentang setiap bentuk tirani atau kekuasaan absolut yang melanggar hak dan kebebasan rakyat. Dalam pidato dan tulisannya, ia menekankan bahwa seorang pemimpin atau negarawan harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral, bukan hanya demi kepentingan politik atau keuntungan pribadi. Dalam pandangan Cicero, keadilan harus menjadi tujuan utama dari setiap kebijakan dan tindakan pemerintah, dan ini harus diutamakan di atas segala kepentingan lainnya.
Kasus Terkenal yang Pernah Dibela
1. Kasus Sextus Roscius (80 SM)Â