Beberapa pasar di Papua bahkan secara khusus menjual pinang dan bahan-bahan yang diperlukan, seperti daun sirih dan kapur. Pinang bukan sekadar barang konsumsi, tetapi juga sumber pendapatan bagi banyak keluarga, menciptakan ekonomi mikro yang berputar di sekitar penanaman, pengolahan, dan penjualan pinang.Â
Komoditas ini terus bergerak karena permintaannya tinggi, Â ternyata pendatang juga sudah banyak yang ketagihan dengan komoditas yang unik ini, sejalan dengan kebutuhan masyarakat Papua akan sensasi dan manfaat yang dirasakan dari mengunyah pinang.
Asal Usul dan Penggabungan Pinang, Sirih, dan Kapur
Mengunyah pinang yang dipadukan dengan sirih dan kapur merupakan fenomena yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu, tetapi asal usulnya sulit untuk dipastikan. Meskipun tidak ada catatan sejarah yang pasti mengenai kapan dan siapa yang pertama kali memadukan ketiga unsur ini, ada beberapa teori menarik yang mencoba menjelaskan bagaimana kombinasi ini ditemukan.
Pertama, tradisi ini diyakini bermula dari praktek tradisional kuno yang menyebar melalui jalur perdagangan dan migrasi budaya di kawasan Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik.Â
Masyarakat pada masa itu mungkin menemukan bahwa kombinasi pinang, sirih, dan kapur memberikan efek stimulan yang meningkatkan kewaspadaan dan kesegaran, sehingga praktis untuk diadopsi sebagai bagian dari rutinitas.
Selain itu, ada kemungkinan bahwa penggabungan bahan-bahan ini dipengaruhi oleh fungsi medis tradisional. Daun sirih dikenal memiliki sifat antiseptik, sementara kapur membantu memecah senyawa alkaloid dalam pinang sehingga efek stimulan dari arecoline lebih kuat.
 Ini memberikan dorongan energi tambahan, yang berguna bagi masyarakat kuno yang mengandalkan tenaga fisik dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, efek yang dihasilkan dari kunyahan ini bisa dilihat sebagai solusi alami untuk menjaga kebugaran dan menjaga kesehatan mulut.
Tradisi ini juga diyakini berkembang sebagai bagian dari ritual keagamaan dan adat istiadat. Mengunyah sirih pinang dalam upacara adat adalah bagian dari simbol kesucian, penghormatan, dan komunikasi spiritual.Â
Beberapa komunitas kuno mungkin menganggap kombinasi ini sebagai cara untuk "membuka kesadaran" atau sebagai sarana untuk mendapatkan kekuatan tambahan selama pelaksanaan ritual.
Yang juga menarik, penggabungan bahan-bahan ini kemungkinan terjadi sebagai hasil dari eksperimen sosial dan kultural. Seperti banyak tradisi lain, kombinasi bahan-bahan alami sering ditemukan secara empiris.Â