Epicurus adalah seorang filsuf Yunani yang hidup pada abad ke-4 SM, yang namanya terkenal sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang etika dan filsafat kebahagiaan. Lahir pada tahun 341 SM di pulau Samos, Epicurus kemudian mendirikan sekolah filsafat di Athena yang dikenal sebagai "Taman Epicurus," tempat ia mengajarkan seni hidup bahagia dan damai. Berbeda dengan stereotip tentang hedonisme sebagai pengejaran kesenangan tanpa batas, hedonisme ala Epicurus justru mengutamakan hidup sederhana dan bijaksana.
Hedonisme Ala Epicurus: Kebahagiaan dan Ketenangan Batin
Hedonisme Epicurus, atau apa yang bisa disebut sebagai hedonisme moderat, mendefinisikan kebahagiaan sebagai kebebasan dari rasa sakit (aponia) dan ketenangan batin (ataraxia). Alih-alih menuntut kenikmatan berlebih, Epicurus menekankan pentingnya memilih kesenangan yang tidak menimbulkan ketergantungan atau kecemasan berlebihan. Bagi Epicurus, kebahagiaan yang sejati bukanlah tentang mencapai kenikmatan fisik semata, tetapi juga mencakup ketenangan dan stabilitas pikiran.
Menurut Epicurus, pencarian kebahagiaan ini sangat mungkin dilakukan melalui pengendalian diri terhadap keinginan, bukan dengan menumpuk kepuasan yang berlebihan. Inilah sebabnya ia menekankan perlunya menghindari keinginan-keinginan yang dapat mengacaukan ketenangan jiwa kita.
Tiga Kategori Hasrat Manusia: Kunci Menuju Kebahagiaan
Epicurus membagi hasrat manusia menjadi tiga kategori yang membantu seseorang menentukan kebutuhan yang benar-benar perlu untuk hidup bahagia:
1. Keinginan Alamiah dan Perlu
Ini adalah kebutuhan dasar yang tidak bisa diabaikan, seperti makanan, minuman, tempat tinggal, dan rasa aman. Menurut Epicurus, pemenuhan kebutuhan ini adalah dasar bagi kebahagiaan karena ketidakhadiran hal-hal ini akan menimbulkan rasa sakit fisik atau ketidaknyamanan. Contohnya, seseorang membutuhkan makanan untuk bertahan hidup, tetapi tidak memerlukan makanan mahal untuk merasakan kebahagiaan. Dengan demikian, keinginan ini adalah yang paling penting dan perlu dipenuhi untuk menghindari penderitaan fisik.
2. Keinginan Alamiah namun Tidak Perlu
Kategori ini mencakup keinginan yang mungkin menyenangkan tetapi tidak esensial untuk kebahagiaan, seperti menikmati makanan lezat atau liburan ke tempat eksotis. Meski menyenangkan, hal-hal ini bukan kebutuhan mendasar dan bisa diabaikan tanpa mengurangi kualitas hidup seseorang. Epicurus menekankan bahwa pemenuhan keinginan ini harus dilakukan secara moderat agar tidak mengarah pada ketergantungan atau kebutuhan emosional yang berlebihan.
3. Keinginan yang Tidak Alamiah dan Tidak Perlu
Keinginan yang tidak alamiah dan tidak perlu, menurut Epicurus, mencakup hasrat yang berasal dari pengaruh luar, seperti keinginan untuk meraih kekuasaan, ketenaran, dan kekayaan besar. Hasrat ini, bagi Epicurus, adalah perangkap yang hanya menimbulkan ketidakpuasan dan kecemasan terus-menerus. Alasannya adalah karena jenis keinginan ini biasanya bersifat tak terbatas: semakin banyak yang diperoleh, semakin besar pula keinginan untuk memiliki lebih banyak lagi.
Epicurus menyadari bahwa ambisi semacam ini dapat membuat seseorang terjebak dalam siklus yang tak berujung, di mana ia selalu merasa kurang, bahkan setelah mencapai pencapaian tertentu. Inilah mengapa Epicurus menyarankan untuk menghindari jenis keinginan ini sepenuhnya. Ia berpendapat bahwa hanya dengan membebaskan diri dari ambisi berlebihan, kita dapat meraih ketenangan batin yang stabil.
Sebagai contoh, seseorang yang terus-menerus mengejar kekayaan mungkin merasa tidak pernah cukup kaya dan akhirnya akan menjalani hidup yang dipenuhi kegelisahan. Atau seseorang yang mendambakan ketenaran akan terus-menerus merasa cemas terhadap opini orang lain dan takut kehilangan posisinya. Bagi Epicurus, hidup yang berharga adalah hidup yang tidak dikendalikan oleh keinginan-keinginan semacam ini, tetapi yang berfokus pada hal-hal sederhana dan penting bagi kesejahteraan batin.
Menurut Epicurus, mengabaikan jenis keinginan ini adalah langkah besar menuju kebahagiaan. Dengan menerima bahwa hal-hal seperti kekuasaan, ketenaran, dan harta yang berlebihan bukanlah syarat kebahagiaan, seseorang dapat hidup lebih bebas dan merasa cukup. Pada akhirnya, kebahagiaan versi Epicurus adalah hidup yang cukup, bebas dari beban ambisi yang sia-sia, dan dipenuhi dengan keinginan yang terkendali serta selaras dengan kebutuhan sejati manusia.
Mengapa Pendekatan Epicurus Relevan di Masa Kini?
Di era modern yang penuh tuntutan dan godaan, ajaran Epicurus memberikan perspektif penting tentang kebahagiaan yang sederhana. Dalam budaya yang cenderung memuja konsumerisme dan gaya hidup yang penuh gemerlap, Epicurus mengajarkan bahwa kebahagiaan yang sejati bisa ditemukan dalam kesederhanaan dan kecukupan. Dengan hanya memenuhi kebutuhan dasar dan menghindari hasrat yang tidak perlu, seseorang dapat mengurangi kecemasan dan merasa lebih puas dengan hidup.
Epicurus juga mengingatkan bahwa kebahagiaan bukan soal berapa banyak yang dimiliki, tetapi sejauh mana seseorang mampu hidup selaras dengan kebutuhan sejati. Dengan pemahaman yang mendalam tentang keinginan kita, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih damai, penuh makna, dan bebas dari ketakutan serta kegelisahan.
Penutup
Hedonisme ala Epicurus mengajarkan seni menikmati kehidupan secara bijaksana dengan memilih kenikmatan yang tidak membawa kesulitan di masa depan. Epicurus memberikan panduan tentang bagaimana memahami kebutuhan dasar, menikmati kesenangan sederhana, dan menolak keinginan yang sia-sia. Dengan cara ini, kita bisa mencapai kebahagiaan yang mendalam tanpa tergoda oleh hasrat yang menggebu-gebu. Jadi, jika ingin menjalani hidup yang tenang, seimbang, dan bahagia, Epicurus mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati sering kali hadir dalam kesederhanaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H