"Saya kira Anda lupa, Ren, bahwa justru 'kemampuan tinggi' ini yang membatasi kita. Akal manusia bukanlah kaca jernih yang memantulkan dunia dengan sempurna, melainkan lensa yang mengatur apa yang kita lihat. Mari bayangkan ini sebagai opera: kita melihat panggung, tapi tidak pernah bisa tahu apa yang terjadi di balik tirai. Itulah noumena, realitas di balik fenomena yang terlihat."
Socrates: (tertawa kecil, menggoda)Â
"Kalian membuat saya ingin tahu apakah sebenarnya kita bisa mengetahui apa pun! Tapi bagaimana dengan pertanyaan ini: Apakah tujuan akhir dari pengetahuan? Apakah kita mencari kepastian mutlak, atau mungkin kebijaksanaan dalam memahami batasan kita?"
Descartes: (menyeringai, percaya diri)Â
"Socrates, saya kira jawabannya adalah kepastian. Pengetahuan adalah tentang menemukan sesuatu yang tak terbantahkan, sesuatu yang benar tanpa ragu. Jika kita menerima bahwa kebenaran adalah sesuatu yang bisa diraih, maka tujuan akhir pengetahuan adalah kepastian itu."
Kant: (tertawa kecil)Â
"Ren, saya kira Anda terlalu terburu-buru. Menurut saya, mencari kepastian absolut justru membatasi kita. Tujuan akhir pengetahuan bukanlah untuk menemukan kebenaran absolut yang tak terbantahkan, tetapi untuk memahami posisi kita di dunia ini dan menerima bahwa ada sesuatu yang di luar pemahaman kita. Ada kebijaksanaan dalam mengakui keterbatasan."
Descartes: (mengangkat alis, sedikit tegang)Â
"Jadi, Anda menginginkan manusia hidup dalam kebingungan dan menerima ketidaktahuan? Saya pikir itu jalan yang berbahaya, Herr Kant. Manusia perlu kepastian, sebagai pegangan yang kuat dalam menjalani hidup."
Kant: (tenang, sedikit menyindir)
 "Ren, kebingungan itu hanyalah bagian dari perjalanan. Bukankah justru penerimaan terhadap batasan ini yang bisa membuat manusia lebih bijak? Kebijaksanaan adalah mengakui bahwa kita mungkin tidak akan pernah mencapai 'kebenaran sejati' itu, dan hidup dengan pemahaman yang kita miliki, bukan dengan ilusi kepastian."