Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Debat Imajiner: Kant Vs Hegel Tentang Moralitas Dipandu Aristoteles

25 Oktober 2024   23:02 Diperbarui: 26 Oktober 2024   12:03 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ModeratorAristoteles membuka debat:

"Para hadirin, hari ini kita berkumpul untuk menyaksikan diskusi luar biasa antara dua raksasa pemikiran tentang moral : hadir bersama kita sang maestro Imanuel Kant, yang mendasarkan moralitas pada prinsip universal, dan si jenius Hegel, yang memandang moral sebagai hasil dari perkembangan historis dan sosial. Saya, Aristoteles, akan menjadi moderator dan, tentu saja, mungkin akan menambahkan sedikit pandangan eudaimonia dari saya sendiri. Mari kita mulai dengan Kant."

Kant:

"Terima kasih, Aristoteles. Saya ingin menyatakan bahwa moralitas sejati harus didasarkan pada prinsip-prinsip yang mutlak dan tidak tergantung pada kondisi atau hasil. Bagi saya, ada yang disebut imperatif kategoris, aturan yang mengatakan kita harus bertindak hanya berdasarkan maksud yang dapat kita jadikan hukum universal. Misalnya, jika saya ingin berbohong, saya harus bertanya: dapatkah berbohong ini diterima sebagai hukum yang berlaku untuk semua orang? Jika tidak, maka tindakan tersebut salah. Dengan kata lain, moralitas itu bersifat absolut dan independen dari sejarah atau konteks sosial."

Hegel (tersenyum kecil, lalu berbicara):

"Ah, Kant, selalu memandang moralitas sebagai sesuatu yang mandiri dari waktu dan tempat. Namun, coba pikirkan ini: tidak ada aturan moral yang berkembang dalam ruang hampa. Moralitas lahir dari interaksi kita dalam masyarakat dan bergerak melalui proses dialektika sejarah. Apa yang kita anggap benar atau salah, baik atau buruk, terus berkembang seiring masyarakat kita berkembang. Jadi, imperatif Anda mungkin terdengar indah, tetapi itu mengabaikan kenyataan bahwa moralitas hanya bermakna dalam konteks sosial yang dinamis."

Aristoteles:

"Hegel, saya memahami pandangan Anda tentang perubahan moralitas melalui dialektika sejarah. Namun, apakah itu tidak mengarah pada relativisme moral? Apakah yang dianggap benar di satu zaman bisa menjadi salah di zaman lain? Kant, bagaimana pendapat Anda mengenai kemungkinan bahwa moralitas berubah sesuai konteks?"

Kant:

"Justru itulah masalahnya, Aristoteles! Jika moralitas berubah-ubah mengikuti perkembangan sejarah atau selera masyarakat, maka tidak akan ada fondasi yang kokoh untuk etika. Hegel, Anda menyebut bahwa moralitas lahir dari masyarakat, tetapi masyarakat sering salah , seperti dalam kasus perbudakan atau tirani. Moralitas yang sejati harus bersandar pada akal dan prinsip universal, tidak tergantung pada sejarah atau norma sementara."

Hegel (menyeringai):

"Saya mengerti ketakutan Anda, Kant. Namun, berpikir bahwa kita bisa memiliki moralitas yang tidak bergantung pada konteks adalah sebuah ilusi. Sejarah manusia adalah perjalanan yang panjang, dan pemahaman moral kita terus berkembang. Apa yang penting adalah bagaimana setiap era memahami kebenaran. Proses dialektika ini adalah upaya kolektif kita dalam mencari kebenaran yang lebih tinggi, sesuatu yang berubah dan meningkat seiring waktu.

Aristoteles (tertawa kecil):

"Kalian berdua begitu teguh pada pandangan masing-masing, ini benar-benar menyegarkan. Hegel, seolah-olah Anda berpendapat bahwa moralitas adalah sesuatu yang 'berproses'. Tapi jika begitu, apakah ada batas yang jelas? Bagaimana kita bisa tahu kapan moralitas telah mencapai puncaknya atau bahkan sebuah kebenaran yang mutlak?"

Hegel:

"Itu pertanyaan yang sangat bagus, Aristoteles. Sebenarnya, tidak ada akhir absolut dalam sejarah moralitas. Setiap era akan selalu memiliki tantangannya sendiri. Tapi proses dialektika ini adalah upaya kita untuk menuju kesadaran yang lebih tinggi. Jadi, moralitas tidak pernahh berhenti berkembang. Inilah yang saya maksud dengan 'Roh Absolut', kesadaran kita akan kebenaran yang terus mendekati pencerahan penuh, meskipun mungkin tak pernah benar-benar kita capai."

Kant (menggeleng dengan senyum tipis):

"Tepat di situlah pandangan kita bertentangan, Hegel. Saya percaya bahwa moralitas sudah ada dan kita hanya perlu menemukannya, bukan menciptakannya. Manusia, dengan rasio mereka, dapat memahami prinsip-prinsip yang abadi. Memang, sejarah memiliki dampaknya, tetapi itu tidak bisa menggantikan prinsip-prinsip etis yang universal. Jika moralitas terus berubah, maka bagaimana kita bisa menentukan apa yang benar dan salah?"

Hegel (tertawa kecil):

"Kant, moralitas tidak ditentukan hanya melalui refleksi di ruang yang tenang! Moralitas adalah perjuangan yang dilakukan dalam sejarah, pertempuran antara keyakinan yang berlawanan, sebuah dialektika di mana manusia menemukan 'kebenaran' melalui konflik dan resolusi. Hanya melalui konteks inilah moralitas menemukan bentuk nyatanya."

Aristoteles:

"Kalian tampaknya sudah benar-benar berbeda pandangan. Kant, Anda percaya moralitas itu tetap dan bisa ditentukan oleh akal. Hegel, Anda berpendapat moralitas berkembang seiring perubahan zaman dan perdebatan sejarah. Namun, izinkan saya bertanya: apakah ini berarti keduanya tidak dapat dipertemukan? Mungkinkah prinsip universal Kant dapat menjadi dasar, sementara perubahan sosial yang dimaksud Hegel berperan sebagai pengingat agar kita tidak kehilangan pemahaman terhadap prinsip tersebut?"

Kant:

"Jika sejarah dan masyarakat menjadi panduan kita, kita akan terseret oleh arus dan kehilangan kebenaran. Saya kira, prinsip universal harus lebih diutamakan. Sebuah moralitas yang didasarkan pada kebenaran mutlak memberi kita landasan kokoh yang tak tergoyahkan oleh arus sejarah."

Hegel:

"Tetapi, Kant, jika prinsip-prinsip itu tidak pernah diuji melalui dialektika sejarah, bagaimana kita bisa tahu prinsip tersebut benar? Moralitas yang ideal adalah moralitas yang lahir dari proses perdebatan, dari pengalaman, dari benturan-benturan sosial. Inilah yang memberi arti pada prinsip-prinsip moral."

Aristoteles (tertawa kecil, lalu menutup debat):

"Hadirin sekalian, ini benar-benar diskusi yang mengesankan. Kant menekankan bahwa moralitas harus dibangun dari prinsip-prinsip universal dan absolut, seperti bintang tetap yang memandu arah kita. Hegel menekankan bahwa moralitas adalah sesuatu yang berkembang melalui sejarah, seperti sungai yang selalu mengalir dan berubah. Keduanya benar-benar menggugah pikiran kita.

Namun, mari kita pikirkan ini: jika moralitas benar-benar mutlak dan tak berubah, mengapa sejarah menunjukkan bahwa pemahaman kita terus berkembang? Dan jika moralitas hanya hasil dari sejarah, apakah kita punya dasar yang kokoh untuk menilai benar dan salah?

Jadi, mungkin di sini kita tinggalkan debat ini dengan satu tantangan: Bisakah kita menemukan moralitas yang abadi dan universal, namun tetap dapat berkembang seiring waktu? Atau, akankah kita selalu berada dalam tarikan antara keduanya? Saya serahkan kepada kalian semua untuk merenungkannya.

Dan, siapa tahu, mungkin di sinilah arti sesungguhnya dari moralitas, sebuah prinsip yang ditemukan, tapi juga dibentuk melalui waktu. Selamat malam, dan teruslah bertanya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun