Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dorongan Seksual dan Moralitas: Dalam Konteks Budaya dan Sosial

25 Oktober 2024   00:18 Diperbarui: 25 Oktober 2024   01:03 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dorongan seksual merupakan salah satu aspek paling mendasar dalam kehidupan manusia. Sebagai bagian dari naluri alami yang kita miliki, dorongan ini mencakup kebutuhan fisik dan emosional yang melekat pada diri manusia sejak masa pubertas. Namun, cara kita mengekspresikan dan mengelola dorongan seksual tidak pernah lepas dari pengaruh norma sosial, budaya, dan nilai moral yang dianut oleh masyarakat. 

Mengapa dorongan yang begitu alami ini sering menjadi subjek yang penuh aturan dan kontrol? Bagaimana moralitas dan budaya memengaruhi perilaku seksual individu? Dalam tulisan ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai bagaimana dorongan seksual berinteraksi dengan norma moral dan budaya di masyarakat, serta dampaknya terhadap kehidupan individu dan sosial.

Dorongan Seksual: Antara Naluri Alami dan Keinginan Sosial

Secara biologis, dorongan seksual adalah kebutuhan alami yang berfungsi untuk reproduksi dan kelangsungan spesies. Tubuh manusia diprogram untuk merespons rangsangan tertentu yang memicu timbulnya hasrat seksual. Hormonal, seperti testosteron pada laki-laki dan estrogen pada perempuan, berperan penting dalam mengatur dorongan ini. Namun, dorongan seksual juga jauh lebih kompleks daripada sekadar reaksi hormonal ini juga melibatkan faktor psikologis, sosial, dan emosional yang membentuk perilaku seksual seseorang.

Di era digital saat ini, dorongan seksual semakin dipengaruhi oleh eksposur terhadap berbagai media dan informasi. Akses ke konten seksual melalui internet dan media sosial telah mengubah cara orang memandang dan mengekspresikan seksualitas mereka. Namun, meskipun dorongan ini merupakan bagian dari naluri alami, pengelolaan dan kontrol terhadap dorongan tersebut sering kali menjadi fokus utama dalam kehidupan sosial.

Menurut penelitian dari Journal of Sexual Medicine, lebih dari 80% individu mengalami perubahan dorongan seksual sebagai respons terhadap faktor-faktor lingkungan, termasuk stres, media, dan hubungan interpersonal.

Sebuah survei oleh Pew Research Center menunjukkan bahwa semakin banyak orang, terutama di negara-negara Barat, menganggap seks di luar nikah sebagai perilaku yang dapat diterima. Survei ini mencatat bahwa 57% orang dewasa di Amerika Serikat menyetujui perilaku seksual yang tidak terikat dengan institusi pernikahan.

Panduan Hidup yang Mengatur Perilaku Seksual

Moralitas dalam konteks seksual mengacu pada prinsip-prinsip etika yang menentukan apa yang dianggap benar atau salah dalam perilaku seksual. Nilai moral ini sangat dipengaruhi oleh agama, norma sosial, dan budaya yang berbeda-beda di berbagai belahan dunia. Dalam banyak masyarakat tradisional, perilaku seksual yang dianggap tidak sesuai dengan norma agama atau budaya dapat membawa stigma sosial yang berat, bahkan di beberapa negara, perilaku ini bisa berujung pada sanksi hukum.

Misalnya, banyak ajaran agama melarang seks di luar pernikahan, dan norma ini diterapkan dengan ketat di beberapa komunitas. Moralitas tidak hanya mengatur perilaku individu tetapi juga membentuk harapan sosial tentang bagaimana seseorang seharusnya berperilaku dalam hal seksualitas. Nilai-nilai moral ini sering kali menciptakan batasan yang tegas, dan ketidakmampuan untuk mematuhi batasan tersebut dapat menyebabkan perasaan bersalah, malu, atau pengucilan sosial.

Di Indonesia, yang sebagian besar masyarakatnya beragama Islam, hubungan seksual di luar nikah dianggap tabu dan tidak bermoral. Hal ini tercermin dalam undang-undang seperti RUU KUHP, yang sempat mengatur soal perzinaan dan hubungan seksual di luar pernikahan sebagai tindakan yang dapat dihukum.

Di sisi lain, negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Denmark memiliki sikap yang lebih permisif terhadap seksualitas. Budaya di sana lebih menekankan kebebasan individu dan hak untuk menentukan pilihan seksual tanpa tekanan dari nilai-nilai moral yang kaku.

Konteks Sosial yang Membentuk Perilaku Seksual

Budaya memengaruhi cara masyarakat memandang seksualitas dengan cara yang sangat spesifik. Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda tentang apa yang dianggap sebagai perilaku seksual yang sesuai atau tidak sesuai. Di beberapa budaya, seksualitas dirayakan sebagai bagian penting dari kehidupan, sementara di budaya lain, seksualitas dipandang sebagai sesuatu yang perlu dikendalikan atau dibatasi.

Dalam beberapa masyarakat tradisional, terutama di Asia dan Afrika, seksualitas dianggap sebagai sesuatu yang hanya boleh diekspresikan dalam pernikahan, dan kontrol terhadap dorongan seksual menjadi sangat penting. Dalam konteks ini, pendidikan seksual sering kali minim, dan norma-norma budaya menekan individu untuk menjaga kesucian sampai menikah. Di sisi lain, masyarakat Barat, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa, telah mengalami pergeseran nilai seiring dengan berkembangnya gerakan hak-hak individu, feminisme, dan revolusi seksual. Hal ini membuat pandangan terhadap seksualitas lebih terbuka dan memungkinkan individu untuk lebih bebas dalam mengekspresikan diri.

Di India, dorongan seksual sering dianggap sebagai sesuatu yang harus dikendalikan dengan ketat, terutama bagi perempuan. Perilaku seksual yang tidak sesuai dengan norma budaya dapat merusak reputasi individu dan keluarganya.

Di Jepang, meskipun masyarakatnya cukup konservatif dalam hubungan interpersonal, ada sisi lain dari budaya yang memperlihatkan keterbukaan terhadap konten seksual, seperti industri hiburan dewasa dan manga yang menggambarkan fantasi seksual.

Mengelola Dorongan Seksual dalam Konteks Moral dan Budaya

Para ahli psikologi dan sosiologi telah lama membahas pentingnya kontrol dorongan seksual dalam konteks moral dan budaya.

Sigmund Freud, seorang pelopor dalam psikologi modern, berpendapat bahwa dorongan seksual (libido) adalah salah satu kekuatan utama yang menggerakkan perilaku manusia. Menurut Freud, dorongan seksual harus dikelola oleh ego dan superego, agar sesuai dengan tuntutan moral dan norma sosial.C

Carl Jung, seorang psikolog yang banyak terpengaruh oleh pemikiran Freud, juga menekankan dimensi spiritual dari seksualitas. Jung berpendapat bahwa dorongan seksual tidak hanya berkaitan dengan reproduksi, tetapi juga memiliki makna yang lebih mendalam dalam pencarian identitas diri dan hubungan spiritual. Dalam pandangan Jung, pengendalian dorongan seksual yang sehat dapat membawa individu kepada pertumbuhan pribadi dan kesadaran yang lebih besar.

Ahli sosiologi seperti Michel Foucault memandang seksualitas sebagai konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh kekuasaan dan kontrol sosial. Foucault berpendapat bahwa dorongan seksual sering kali diatur dan diawasi oleh institusi-institusi seperti keluarga, agama, dan negara, yang menggunakan norma moral dan budaya untuk membentuk perilaku seksual masyarakat.

Dampak dan Implikasi

Pengelolaan dorongan seksual yang baik memiliki implikasi besar bagi individu maupun masyarakat. Di satu sisi, kontrol yang baik atas dorongan seksual dapat menciptakan hubungan yang sehat, mengurangi risiko infeksi menular seksual, dan mencegah perilaku yang merusak. Namun, kontrol yang berlebihan juga dapat berakibat buruk, seperti penekanan emosi yang tidak sehat, rasa bersalah yang berlebihan, atau perilaku kompulsif.

Dampak Positif:

Mengontrol dorongan seksual dapat membantu individu mencapai keseimbangan emosional dan psikologis.

Pendidikan seks yang baik, yang memperhatikan nilai moral dan budaya, dapat membantu individu mengekspresikan dorongan seksual dengan cara yang sehat dan bertanggung jawab.

Dampak Negatif:

Penekanan dorongan seksual yang terlalu ketat dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, seperti kecemasan atau depresi.

Norma moral yang terlalu kaku bisa mengarah pada diskriminasi atau marginalisasi individu yang tidak sesuai dengan standar seksual yang ditetapkan.

Dorongan seksual, moralitas, dan budaya merupakan komponen yang saling terkait dalam membentuk perilaku seksual individu. Dalam konteks masyarakat yang semakin kompleks dan berubah, penting bagi kita untuk memahami bagaimana nilai-nilai moral dan budaya memengaruhi dorongan seksual, serta bagaimana kita dapat mengelola dorongan tersebut dengan cara yang sehat dan bertanggung jawab. Dialog yang terbuka dan pendidikan yang inklusif adalah kunci untuk menciptakan lingkungan sosial di mana individu dapat mengekspresikan diri tanpa merasa tertekan oleh norma yang kaku, namun tetap menghargai nilai-nilai yang ada.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun