Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dorongan Seksual dan Moralitas: Dalam Konteks Budaya dan Sosial

25 Oktober 2024   00:18 Diperbarui: 25 Oktober 2024   01:03 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sisi lain, negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Denmark memiliki sikap yang lebih permisif terhadap seksualitas. Budaya di sana lebih menekankan kebebasan individu dan hak untuk menentukan pilihan seksual tanpa tekanan dari nilai-nilai moral yang kaku.

Konteks Sosial yang Membentuk Perilaku Seksual

Budaya memengaruhi cara masyarakat memandang seksualitas dengan cara yang sangat spesifik. Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda tentang apa yang dianggap sebagai perilaku seksual yang sesuai atau tidak sesuai. Di beberapa budaya, seksualitas dirayakan sebagai bagian penting dari kehidupan, sementara di budaya lain, seksualitas dipandang sebagai sesuatu yang perlu dikendalikan atau dibatasi.

Dalam beberapa masyarakat tradisional, terutama di Asia dan Afrika, seksualitas dianggap sebagai sesuatu yang hanya boleh diekspresikan dalam pernikahan, dan kontrol terhadap dorongan seksual menjadi sangat penting. Dalam konteks ini, pendidikan seksual sering kali minim, dan norma-norma budaya menekan individu untuk menjaga kesucian sampai menikah. Di sisi lain, masyarakat Barat, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa, telah mengalami pergeseran nilai seiring dengan berkembangnya gerakan hak-hak individu, feminisme, dan revolusi seksual. Hal ini membuat pandangan terhadap seksualitas lebih terbuka dan memungkinkan individu untuk lebih bebas dalam mengekspresikan diri.

Di India, dorongan seksual sering dianggap sebagai sesuatu yang harus dikendalikan dengan ketat, terutama bagi perempuan. Perilaku seksual yang tidak sesuai dengan norma budaya dapat merusak reputasi individu dan keluarganya.

Di Jepang, meskipun masyarakatnya cukup konservatif dalam hubungan interpersonal, ada sisi lain dari budaya yang memperlihatkan keterbukaan terhadap konten seksual, seperti industri hiburan dewasa dan manga yang menggambarkan fantasi seksual.

Mengelola Dorongan Seksual dalam Konteks Moral dan Budaya

Para ahli psikologi dan sosiologi telah lama membahas pentingnya kontrol dorongan seksual dalam konteks moral dan budaya.

Sigmund Freud, seorang pelopor dalam psikologi modern, berpendapat bahwa dorongan seksual (libido) adalah salah satu kekuatan utama yang menggerakkan perilaku manusia. Menurut Freud, dorongan seksual harus dikelola oleh ego dan superego, agar sesuai dengan tuntutan moral dan norma sosial.C

Carl Jung, seorang psikolog yang banyak terpengaruh oleh pemikiran Freud, juga menekankan dimensi spiritual dari seksualitas. Jung berpendapat bahwa dorongan seksual tidak hanya berkaitan dengan reproduksi, tetapi juga memiliki makna yang lebih mendalam dalam pencarian identitas diri dan hubungan spiritual. Dalam pandangan Jung, pengendalian dorongan seksual yang sehat dapat membawa individu kepada pertumbuhan pribadi dan kesadaran yang lebih besar.

Ahli sosiologi seperti Michel Foucault memandang seksualitas sebagai konstruksi sosial yang dipengaruhi oleh kekuasaan dan kontrol sosial. Foucault berpendapat bahwa dorongan seksual sering kali diatur dan diawasi oleh institusi-institusi seperti keluarga, agama, dan negara, yang menggunakan norma moral dan budaya untuk membentuk perilaku seksual masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun