2. Laskar Pelangi (Andrea Hirata)
Dalam Laskar Pelangi, kajian kognitif menyoroti bagaimana Andrea Hirata menggunakan kreativitas kognitif untuk mengolah pengalaman pribadinya menjadi sebuah cerita yang menginspirasi. Novel ini didasarkan pada pengalaman nyata Hirata semasa kecil, tetapi melalui proses kognitif konstruktif, dia memperkaya kisah tersebut dengan elemen-elemen naratif yang mengangkat pesan universal tentang pendidikan, persahabatan, dan harapan.
Kajian kognitif juga melihat bagaimana teori pembelajaran Bayes diterapkan oleh Hirata dalam mengembangkan cerita. Hirata menggabungkan informasi baru yang dia pelajari tentang masyarakat dan sistem pendidikan dengan pengetahuan lama yang dia miliki tentang masa kecilnya, sehingga menciptakan narasi yang berkembang dengan organik.Â
Proses ini melibatkan penggunaan imajinasi prospektif, di mana Andrea membayangkan masa depan para karakter di tengah keterbatasan mereka, memberikan pesan kuat tentang perjuangan dan impian yang dicapai melalui pendidikan.
Andrea Hirata juga menggunakan empathy-based imagination, sebuah proses kognitif yang memungkinkan seorang penulis untuk menempatkan diri dalam posisi karakter mereka dan membayangkan apa yang mereka rasakan dalam situasi tertentu.Â
Ini tampak dalam caranya menggambarkan karakter-karakter dalam Laskar Pelangi, yang penuh dengan kegembiraan, kesedihan, dan semangat untuk bertahan hidup meskipun dihadapkan pada tantangan besar.
Dalam kedua novel ini, imajinasi novelis dipahami sebagai hasil dari mekanisme mental yang menggabungkan pengalaman nyata, memori, simulasi mental, dan empati.
 Pramoedya Ananta Toer menggunakan memori kolektif dan simulasi mental untuk menghidupkan masa kolonial Hindia Belanda dan perlawanan terhadap ketidakadilan, sementara Andrea Hirata mengandalkan pengalaman pribadi dan imajinasi prospektif untuk menyampaikan pesan tentang harapan dan pendidikan dalam Laskar Pelangi.
 Kedua novel menunjukkan bahwa imajinasi kognitif seorang novelis memainkan peran penting dalam menciptakan narasi yang kaya, realistis, dan penuh makna.
Kesimpulan
Dari perspektif ilmu kognisi, kelebihan seorang novelis tidak hanya terletak pada kemampuan kreatif yang luar biasa, tetapi juga pada cara otak mereka memproses informasi, memori, emosi, dan pengalaman.