Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Investasi : Memakai Utang Merampas Hak Rakyat

19 Oktober 2024   01:23 Diperbarui: 20 Oktober 2024   10:07 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek-proyek investasi yang mengambil alih tanah adat, meski dengan kompensasi finansial, sering kali meninggalkan jejak kerusakan lingkungan yang tak terpulihkan. Deforestasi akibat ekspansi perkebunan sawit, pencemaran air dan tanah akibat tambang, serta hilangnya keanekaragaman hayati adalah beberapa contoh dampak negatif yang sering dialami masyarakat adat setelah tanah mereka diambil. 

Data menunjukkan bahwa lebih dari 25% deforestasi global diakibatkan oleh pertanian komersial dan industri ekstraktif, dengan Indonesia sebagai salah satu wilayah yang paling terdampak.

Di Indonesia, terdapat berbagai kasus di mana masyarakat adat menerima kompensasi lahan, tetapi setelah itu, mereka justru menghadapi kemiskinan yang lebih mendalam. Mereka kehilangan akses ke sumber daya alam yang telah menopang kehidupan mereka selama ratusan tahun. 

Misalnya, di Kalimantan, komunitas Dayak kehilangan hutan mereka akibat ekspansi perkebunan sawit, dan meski menerima uang, mereka kesulitan mempertahankan gaya hidup mereka yang berpusat pada hutan.

4. Ganti Rugi Tidak Bisa Menggantikan Kehidupan

Banyak ahli dan pakar dari berbagai disiplin ilmu telah menunjukkan bahwa pendekatan kompensasi finansial terhadap masyarakat adat tidak pernah memadai untuk menggantikan dampak kehilangan tanah mereka. 

Tanah bagi masyarakat adat bukan hanya sumber ekonomi, tetapi pusat dari kehidupan sosial, budaya, dan spiritual mereka. Ketika tanah adat diambil dan digantikan dengan uang, konsekuensi yang muncul sering kali jauh lebih dalam dan kompleks daripada yang bisa diselesaikan dengan sekadar transaksi finansial.

a. Tanah Sebagai Pusat Identitas Budaya dan Spiritual Masyarakat Adat

Ahli antropologi, seperti Profesor Rodolfo Stavenhagen, telah lama menyoroti bahwa tanah bagi masyarakat adat tidak bisa disamakan dengan barang dagangan. Dalam banyak budaya adat di Indonesia dan di seluruh dunia, tanah memiliki nilai spiritual yang mendalam. 

Tanah adalah tempat suci di mana leluhur dimakamkan, tempat dilaksanakannya upacara-upacara adat, serta sumber inspirasi untuk mitos, cerita, dan tradisi budaya. Dengan hilangnya tanah adat, masyarakat kehilangan sebagian besar identitas kolektif mereka.

Contoh nyata dari fenomena ini dapat dilihat pada masyarakat Dayak di Kalimantan, yang memiliki hubungan erat dengan hutan sebagai pusat kehidupan mereka. Saat hutan yang menjadi sumber pangan, obat-obatan, dan spiritualitas mereka dihancurkan untuk membuka perkebunan sawit, kompensasi finansial yang diberikan tidak bisa menggantikan kehilangan tersebut. Secara spiritual, mereka merasa terputus dari warisan leluhur dan kehilangan tempat di mana mereka bisa menjalankan ritual-ritual adat yang telah diwariskan turun-temurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun