Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahan Pangan Lokal Sebagai Alternatif Pengganti Beras untuk Menambah Ketahanan Pangan

14 Oktober 2024   20:35 Diperbarui: 14 Oktober 2024   21:17 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ketahanan pangan Indonesia menghadapi tantangan serius di tengah perubahan iklim, penurunan luas lahan pertanian, dan tingginya ketergantungan pada beras sebagai makanan pokok. Konsumsi beras per kapita di Indonesia mencapai 139 kg per tahun, jauh melebihi rata-rata dunia yang hanya 65 kg per kapita. Ketergantungan ini menempatkan Indonesia pada risiko ketahanan pangan, terutama ketika produksi beras terganggu atau gagal panen terjadi. Untuk itu, mencari alternatif beras yang berasal dari sumber daya lokal yang melimpah dan terdiversifikasi menjadi prioritas.Banyak bahan pangan lokal yang kaya karbohidrat seperti talas, keladi, sagu, sorgum, jagung, ubi jalar, dan singkong menawarkan potensi besar untuk menggantikan sebagian konsumsi beras. Selain itu, pengembangan sumber-sumber pangan ini juga dapat mengurangi tekanan pada lahan sawah dan meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.

1. Talas: Kaya Serat dan Nutrisi

Talas (Colocasia esculenta) adalah tanaman umbi-umbian yang mengandung 34,6 gram karbohidrat dan 4,1 gram serat per 100 gram. Selain itu, talas mengandung vitamin C, vitamin E, dan mineral seperti kalium dan magnesium, yang baik untuk kesehatan jantung dan pencernaan. Talas sudah lama menjadi makanan pokok di Papua dan Sumatra, dan diolah menjadi berbagai produk makanan seperti kue dan tepung talas.

Prof. Hardinsyah, ahli gizi dari IPB, menekankan pentingnya talas sebagai alternatif yang kaya serat dan karbohidrat kompleks. "Talas membantu memperpanjang rasa kenyang dan menjaga kadar gula darah stabil, sehingga cocok sebagai pengganti beras, terutama bagi penderita diabetes," jelasnya.

2. Keladi: Tanaman Serbaguna yang Tahan Iklim

Keladi (Xanthosoma sagittifolium) adalah tanaman umbi yang kaya akan karbohidrat dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang kurang ideal untuk padi. Per 100 gram keladi mengandung 26,2 gram karbohidrat dan vitamin B6, yang berfungsi penting untuk kesehatan saraf.

Menurut Dr. Ahmadi Susilo, ahli pertanian, keladi memiliki potensi untuk dikembangkan di lahan-lahan marginal yang sering kali tidak cocok untuk tanaman pangan lain. Keladi sudah lama dikonsumsi sebagai makanan pokok di Sulawesi dan Maluku, dengan berbagai olahan seperti sayur, keripik, dan tepung keladi.

3. Sagu: Pati Lokal Kaya Karbohidrat

Sagu (Metroxylon sagu) adalah bahan pokok di wilayah timur Indonesia seperti Papua dan Maluku, mengandung 88 gram karbohidrat per 100 gram. Dr. Syahrul Pane, ahli pangan, menyoroti keunggulan ekologis sagu karena pohon sagu dapat tumbuh di lahan basah yang tidak cocok untuk tanaman lain. Indonesia memiliki lebih dari 5 juta hektar lahan sagu yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk ketahanan pangan.

Sagu dapat diolah menjadi berbagai makanan seperti papeda, kue, dan tepung sagu. Selain menjadi makanan pokok, potensi sagu sebagai bahan baku berbagai produk makanan modern dapat semakin meningkatkan permintaan akan komoditas ini.

4. Sorgum: Pangan Alternatif Tahan Kekeringan

Sorgum (Sorghum bicolor) adalah tanaman biji-bijian yang tahan terhadap kekeringan dan kaya nutrisi. Sorgum mengandung sekitar 72 gram karbohidrat, 3,5 gram serat, dan 11 gram protein per 100 gram, menjadikannya sumber energi dan protein yang lebih tinggi daripada beras.

Prof. Dwi Andreas Santosa, ahli pertanian dari IPB, menjelaskan bahwa sorgum dapat menjadi alternatif yang lebih ramah lingkungan karena mampu tumbuh di tanah yang kurang subur dan membutuhkan air lebih sedikit dibandingkan padi. Pengembangan sorgum dapat membantu mengurangi tekanan terhadap lahan sawah dan memperkuat ketahanan pangan di wilayah yang rawan kekeringan.

Sorgum juga memiliki beragam potensi pengolahan, mulai dari dijadikan tepung untuk bahan baku roti dan kue, hingga bahan utama makanan seperti nasi sorgum, yang sudah mulai populer di beberapa daerah Indonesia.

5. Jagung: Makanan Pokok yang Beragam Olahan

Jagung (Zea mays) adalah salah satu bahan pangan utama di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Madura dan Nusa Tenggara. Per 100 gram jagung mengandung 19 gram karbohidrat dan 3,2 gram protein. Jagung dapat diolah menjadi berbagai produk seperti nasi jagung, tepung jagung, hingga makanan ringan.

Menurut data Kementerian Pertanian, Indonesia merupakan salah satu produsen jagung terbesar di Asia Tenggara. Dr. Koesworo Setiawan, pakar pertanian, menekankan pentingnya jagung sebagai salah satu solusi diversifikasi pangan karena produksinya yang melimpah dan daya tahan terhadap berbagai kondisi cuaca.

Jagung juga mengandung vitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan serat yang membantu pencernaan, menjadikannya alternatif yang sehat dan ekonomis bagi masyarakat Indonesia.

6. Ubi Jalar: Kaya Akan Karbohidrat dan Vitamin.

Ubi jalar (Ipomoea batatas) adalah tanaman yang kaya karbohidrat, serat, dan beta-karoten, yang merupakan prekursor vitamin A. Kandungan karbohidrat dalam ubi jalar mencapai 20,1 gram per 100 gram, sementara seratnya sekitar 3 gram.

Dr. Tan Shot Yen, seorang ahli nutrisi, menekankan pentingnya ubi jalar dalam meningkatkan asupan vitamin A masyarakat, yang esensial untuk kesehatan mata dan sistem imun. Ubi jalar juga fleksibel dalam pengolahan, bisa dikukus, dipanggang, digoreng, atau diolah menjadi tepung sebagai bahan baku kue dan makanan lain.

Ubi jalar sangat cocok dikembangkan di lahan kering atau daerah dengan curah hujan rendah, menjadikannya alternatif beras yang mudah didiversifikasi.

7. Singkong: Tanaman Tahan Kering dengan Nilai Ekonomis Tinggi

Singkong (Manihot esculenta) adalah tanaman umbi yang kaya karbohidrat dan mudah tumbuh di berbagai kondisi lahan, termasuk daerah yang kurang subur dan rentan kekeringan. Per 100 gram singkong mengandung 38 gram karbohidrat, menjadikannya sumber energi yang baik.

Menurut FAO, Indonesia adalah salah satu produsen singkong terbesar di dunia. Singkong telah lama digunakan sebagai makanan pokok di berbagai wilayah seperti Jawa dan Sulawesi. Singkong dapat diolah menjadi gaplek, tiwul, tepung tapioka, hingga berbagai makanan ringan seperti keripik.

Prof. Joko Purwanto, ahli agroekonomi, menyatakan bahwa pengembangan singkong sebagai sumber pangan alternatif dapat membantu meningkatkan kesejahteraan petani di pedesaan dan mengurangi ketergantungan pada beras.

Fakta dan Data: Penurunan Produksi Beras Nasional

Fakta menunjukkan bahwa produksi beras nasional Indonesia mengalami penurunan tiap tahun. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 32,5 juta ton, turun dari 34 juta ton pada tahun 2021. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim, serangan hama, dan pengurangan luas lahan pertanian.

Sebagai akibat dari penurunan produksi beras ini, Indonesia terpaksa melakukan impor beras dari negara lain, termasuk Vietnam, Thailand, dan India. Pada tahun 2023, Indonesia mengimpor sekitar 1,5 juta ton beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, menunjukkan bahwa ketergantungan pada beras impor semakin meningkat.

Prof. Dwi Andreas Santosa juga menyatakan bahwa "diversifikasi pangan melalui pemanfaatan bahan pangan lokal yang melimpah menjadi sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan menjamin ketahanan pangan nasional."

Kesimpulan

Diversifikasi pangan melalui pemanfaatan talas, keladi, sagu, sorgum, jagung, ubi jalar, dan singkong merupakan langkah strategis untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Selain kaya akan nutrisi, bahan pangan lokal ini juga lebih ramah lingkungan dan memiliki potensi ekonomi yang besar. Melalui dukungan kebijakan, inovasi teknologi pangan, dan edukasi kepada masyarakat, pengembangan pangan alternatif ini bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun