Efektivitas kaizen dapat dilihat dalam berbagai perusahaan Jepang yang sukses secara global, seperti Toyota, Nissan, dan Panasonic. Di Toyota, setiap pekerja diharapkan berkontribusi pada perbaikan proses, berapa pun tingkat jabatan mereka.Â
Setiap kesalahan diperlakukan sebagai peluang untuk meningkatkan sistem produksi, dan setiap pekerja diberi ruang untuk memberikan masukan dalam sesi refleksi rutin yang disebut hansei-kai.
Pendapat ahli seperti Masaaki Imai, bapak kaizen, menyatakan bahwa hansei dan kaizen berjalan seiring, karena refleksi mendalam adalah syarat mutlak untuk mencapai perbaikan yang berkelanjutan.Â
Dia juga menekankan bahwa inti dari hansei adalah keterlibatan aktif semua anggota tim dalam mencari solusi, bukan hanya tugas manajemen.
4. Tanggung Jawab Pribadi: Membangun Inisiatif untuk Belajar
Dalam pendekatan hansei, setiap individu diharapkan mengambil tanggung jawab pribadi atas proses belajar dan perbaikan.Â
Ini berarti bahwa siswa atau pekerja tidak hanya menunggu umpan balik dari pihak luar, tetapi secara aktif melakukan refleksi terhadap performa mereka sendiri. Tanggung jawab pribadi ini membentuk mentalitas mandiri dan proaktif.
Contoh di dunia pendidikan Jepang adalah bagaimana siswa diberikan tugas-tugas kelompok dan diharapkan untuk bekerja sama serta secara kolektif menganalisis hasil pekerjaan mereka.Â
Tidak ada yang merasa "lepas tangan" atas kegagalan atau kesalahan kelompok, karena semua anggota kelompok terlibat dalam proses refleksi.
Dalam dunia kerja, prinsip ini diterapkan dalam sistem evaluasi kinerja di banyak perusahaan Jepang.Â
Karyawan diharapkan membuat laporan pribadi yang mencakup refleksi tentang apa yang telah mereka capai dan apa yang perlu ditingkatkan. Ini menciptakan budaya kerja di mana setiap orang bertanggung jawab atas peningkatan diri mereka sendiri.