Thomas Hobbes, seorang filsuf politik, menggambarkan kondisi ini sebagai keadaan "anarki" atau state of nature, di mana hukum yang rusak akan membawa masyarakat pada konflik dan kekacauan. Tanpa adanya keadilan yang ditegakkan oleh negara melalui lembaga hukumnya, masyarakat kembali pada naluri dasar untuk bertahan hidup dan menuntut keadilan melalui kekerasan atau tindakan sepihak.
Penyebab Main Hakim Sendiri:
Ketidakpercayaan pada Sistem Hukum: Ketika rakyat melihat bahwa hakim tidak adil atau sistem peradilan penuh dengan korupsi, mereka kehilangan kepercayaan pada proses hukum formal. Akibatnya, mereka merasa perlu mengambil tindakan sendiri.
Kesenjangan Sosial dan Ekonomi: Dalam masyarakat yang mengalami kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi, ketidakadilan sering dirasakan lebih nyata. Mereka yang merasa termarginalisasi atau tidak mendapat akses pada keadilan akan lebih mudah tergoda untuk main hakim sendiri.
Ketidaksabaran Terhadap Proses Hukum: Proses hukum yang lamban seringkali membuat masyarakat merasa frustasi. Ketika keadilan dirasa sulit didapatkan melalui jalur hukum, main hakim sendiri muncul sebagai alternatif untuk "mempercepat" proses keadilan.
 Lingkaran Setan yang Harus Diputuskan
Fenomena hakim main sendiri dan rakyat main hakim sendiri tidak berdiri sendiri. Keduanya saling terkait dalam hubungan sebab-akibat yang merusak tatanan hukum dan keadilan. Hakim yang bertindak tidak adil menciptakan ketidakpercayaan yang mendorong masyarakat untuk bertindak di luar hukum. Pada saat yang sama, maraknya tindakan main hakim sendiri justru memperburuk citra peradilan, menciptakan lingkaran setan di mana kedua belah pihak sama-sama terjebak dalam ketidakadilan.
Dampak pada Masyarakat dan Negara:
Erosi Kepercayaan Publik: Ketika hakim menyalahgunakan kekuasaan, masyarakat tidak lagi percaya pada pengadilan sebagai institusi yang bisa menegakkan keadilan. Hal ini mendorong tindakan anarkis, merusak stabilitas sosial, dan memperkuat sikap anti-hukum di kalangan masyarakat.
Peningkatan Kekerasan: Main hakim sendiri seringkali berujung pada tindakan kekerasan yang tidak proporsional, baik terhadap pelaku yang sebenarnya bersalah maupun yang tidak bersalah. Ini menciptakan siklus kekerasan yang sulit dihentikan.
Kehancuran Sistem Hukum: Ketika perilaku hakim yang menyimpang terus dibiarkan, sistem hukum negara tersebut akan mengalami degradasi. Kehancuran integritas peradilan pada akhirnya berujung pada runtuhnya supremasi hukum (rule of law), di mana hukum tidak lagi dihormati atau dipatuhi.