Refleksi membantu siswa memahami proses berpikir mereka sendiri. Setelah menyelesaikan tugas atau proyek, guru bisa meminta siswa untuk merenungkan bagaimana mereka mencapai solusi, apa yang mereka pelajari, dan bagaimana mereka bisa memperbaiki pendekatan mereka di masa depan. Dengan begitu, siswa belajar untuk menilai pemikiran mereka secara kritis.
Donald Schn, dalam karyanya The Reflective Practitioner, menekankan pentingnya refleksi dalam pembelajaran. Melalui refleksi, siswa dapat mengevaluasi proses berpikir mereka, memahami kesalahan, dan mencari cara untuk meningkatkan kualitas pemikiran mereka di masa depan.
Di Jepang, refleksi atau hansei adalah bagian dari sistem pendidikan. Setelah setiap tugas atau proyek, siswa diajak untuk merenungkan apa yang mereka pelajari dan bagaimana mereka dapat meningkat. Proses ini memperkuat keterampilan berpikir kritis dan analitis siswa
6. Memperkenalkan Analisis Informasi
Di era digital, keterampilan untuk menganalisis informasi sangat penting. Sejak dini, siswa perlu diajarkan bagaimana mengevaluasi validitas sumber informasi, memahami bias, dan menyaring informasi yang akurat dari yang tidak akurat. Misalnya, guru bisa meminta siswa untuk membandingkan berita dari berbagai sumber dan menilai mana yang lebih dapat dipercaya.
Noam Chomsky, ahli linguistik dan kritikus media, menegaskan bahwa dalam era informasi yang penuh bias, siswa perlu diajarkan bagaimana menganalisis dan mengevaluasi validitas informasi yang mereka temukan. Menurut Chomsky, kemampuan untuk menilai informasi secara kritis adalah keterampilan penting di dunia modern.
Di Swedia, literasi media diajarkan di sekolah untuk membekali siswa dengan keterampilan dalam mengevaluasi informasi dari berbagai sumber. Dengan demikian, mereka mampu membedakan antara berita palsu dan fakta, serta mengembangkan sikap kritis terhadap media.
7. Mengajarkan Logika Dasar.
Logika adalah landasan dari berpikir kritis. Anak-anak bisa diajarkan konsep logika dasar melalui permainan dan aktivitas yang menantang kemampuan mereka untuk melihat hubungan sebab-akibat, mengenali pola, dan membuat kesimpulan. Hal ini bisa dilakukan melalui permainan teka-teki, cerita interaktif, atau latihan pengambilan keputusan.Â
Aristotle, melalui konsep logika deduktif, percaya bahwa logika adalah dasar dari semua penalaran yang baik. Menurutnya, siswa harus memahami bagaimana menggunakan logika untuk menilai argumen dan menarik kesimpulan dari premis yang tepat.Â
Di Jerman, siswa diajarkan logika dasar melalui pemecahan masalah dalam matematika dan sains. Mereka diajak untuk menemukan pola dan membuat kesimpulan logis dari data, yang memperkuat kemampuan berpikir kritis mereka sejak dini.