Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kriminalisasi Kebijakan, Etiskah?. Oleh : Rudi Sinaba

27 September 2024   18:19 Diperbarui: 28 September 2024   08:07 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori etika utilitarian yang dipopulerkan oleh Jeremy Bentham, yang menekankan bahwa tindakan dianggap benar jika membawa manfaat terbesar bagi sebagian besar orang, mendukung gagasan bahwa kebijakan yang mungkin gagal harus dilihat dalam konteks tujuan akhirnya. Sebaliknya, kriminalisasi kebijakan hanya akan menghalangi upaya inovatif yang bertujuan membawa kebaikan bagi masyarakat luas.

4. Kapan Kriminalisasi Diperlukan? 

Namun, ada juga situasi di mana kriminalisasi kebijakan dianggap perlu. Menurut Prof. Barda Nawawi Arief, seorang ahli hukum pidana, ketika sebuah kebijakan dibuat dengan tujuan yang jelas untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu, atau terdapat unsur korupsi di dalamnya, maka kebijakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan layak untuk dikenai sanksi pidana. Kasus ini sering terlihat pada kebijakan yang melibatkan penyalahgunaan dana publik atau pengambilan keputusan yang didasari oleh kepentingan pribadi, bukan kepentingan publik.

5. Dampak Kriminalisasi Kebijakan

a. Dampak bagi Inovasi dan Progresifitas

Kebijakan Kriminalisasi kebijakan dapat menghambat inovasi dalam proses pengambilan kebijakan. Pembuat kebijakan mungkin akan cenderung lebih berhati-hati atau bahkan enggan untuk membuat keputusan yang berisiko, meskipun kebijakan tersebut dapat membawa perubahan signifikan bagi masyarakat. Ini dapat memperlambat perkembangan reformasi sosial dan ekonomi. Sebagai contoh, reformasi kebijakan fiskal atau perubahan dalam sistem layanan kesehatan mungkin akan dihindari karena takut menghadapi tuntutan hukum jika kebijakan tersebut dianggap gagal oleh segmen masyarakat tertentu.

b. Meningkatkan "Defensive Policy Making"

Kriminalisasi kebijakan juga dapat mendorong munculnya apa yang disebut "defensive policy making," di mana pembuat kebijakan cenderung membuat kebijakan yang aman dan tidak kontroversial. Hal ini dapat menurunkan kualitas kebijakan publik karena keputusan yang diambil lebih berorientasi pada keamanan pribadi daripada kebermanfaatan bagi publik. Pembuat kebijakan mungkin akan menghindari langkah-langkah yang inovatif dan reformis demi menghindari risiko kriminalisasi.

c. Potensi untuk Politisasi Proses Hukum

Mengkriminalisasi kebijakan berisiko menyebabkan politisasi dalam proses hukum. Sebuah kebijakan yang kontroversial mungkin menjadi alat untuk menyerang lawan politik dengan menggunakan instrumen hukum. Ini bisa menimbulkan situasi di mana proses hukum tidak lagi bersifat netral, melainkan digunakan sebagai senjata politik. Sebagai contoh, seorang pemimpin politik yang mengusulkan kebijakan reformis dapat menghadapi tuntutan kriminal dari kelompok oposisi yang merasa dirugikan, meskipun kebijakan tersebut tidak didasarkan pada niat jahat.

d. Merusak Kepercayaan Publik terhadap Proses Pengambilan Kebijakan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun