Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manipulasi Oligarki: Kebohongan yang Didukung Mayoritas. oleh : Rudi Sinaba

18 September 2024   12:38 Diperbarui: 18 September 2024   13:30 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manipulasi Oligarki: Kebohongan yang Didukung Mayoritas

Oleh : Rudi Sinaba

Pendahuluan

Kebohongan yang didukung oleh mayoritas tidak serta-merta menjadi kebenaran. Dalam konteks oligarki, kebohongan sering kali digunakan sebagai alat untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan. Oligarki, yang didefinisikan sebagai kekuasaan yang dikendalikan oleh segelintir elit kaya dan berpengaruh, kerap memanipulasi opini publik demi melindungi kepentingannya. Manipulasi ini sering kali menghasilkan ilusi bahwa kebohongan yang disebarkan oleh elit tersebut didukung oleh mayoritas, padahal dukungan tersebut sering kali palsu atau dimanipulasi secara sistematis.

Untuk memahami fenomena ini, kita perlu meninjaunya dari tiga perspektif: sosiologis, psikologis, dan filosofis. Pendekatan ini akan membantu mengungkap bagaimana kebohongan yang dipromosikan oleh oligarki tetap bertahan, meskipun berlawanan dengan kebenaran yang sebenarnya.

Perspektif Sosiologis: Dinamika Oligarki dan Kontrol Informasi

Dalam sosiologi, kekuasaan oligarki sering kali terwujud melalui kontrol terhadap sumber-sumber informasi dan wacana publik. Oligarki memiliki akses langsung ke media, lembaga pendidikan, dan politik, memungkinkan mereka untuk membentuk narasi yang menguntungkan kepentingan mereka. Kebohongan yang disebarkan oleh oligarki sering kali berakar pada kebutuhan mereka untuk mempertahankan dominasi ekonomi dan politik. Mereka menciptakan narasi yang menyesatkan publik, sering kali dengan memanfaatkan rasa takut atau aspirasi kolektif masyarakat.

Sosiolog Antonio Gramsci mengemukakan konsep hegemoni kultural, di mana kelompok dominan dalam masyarakat menggunakan kontrol budaya untuk meyakinkan kelompok lain bahwa kebohongan mereka adalah kebenaran yang tak terbantahkan. Dalam konteks ini, oligarki berfungsi sebagai agen hegemoni, yang mengatur persepsi publik agar kebijakan yang menguntungkan mereka dipandang sebagai demi kepentingan umum.

Sebagai contoh, oligarki sering kali menyebarkan narasi bahwa deregulasi ekonomi atau privatisasi aset-aset publik akan meningkatkan kemakmuran secara merata, padahal kenyataannya kebijakan tersebut lebih banyak menguntungkan segelintir elite dan memperlebar ketimpangan sosial. Melalui penguasaan media, mereka membentuk opini publik sehingga mayoritas mulai mempercayai kebohongan ini, meskipun faktanya adalah kebalikan.

Perspektif Psikologis: Konformitas, Bias, dan Ketundukan

Dari perspektif psikologis, kebohongan yang didukung mayoritas sering kali berkaitan dengan kecenderungan manusia untuk konformitas sosial. Penelitian oleh Solomon Asch tentang conformity menunjukkan bahwa individu lebih cenderung menyetujui pendapat mayoritas, bahkan ketika mereka tahu bahwa pendapat itu salah. Dalam konteks oligarki, kebohongan dipresentasikan sedemikian rupa sehingga terlihat diterima oleh mayoritas, dan individu yang meragukan kebohongan tersebut sering kali merasa tertekan untuk ikut menyetujuinya demi menghindari sanksi sosial atau politik.

Fenomena illusory truth effect-di mana informasi yang sering diulang lebih cenderung dianggap benar meskipun keliru-sering dimanfaatkan oleh oligarki. Dengan mengulang narasi kebohongan melalui berbagai saluran komunikasi, mereka dapat menciptakan persepsi bahwa mayoritas masyarakat menerima kebohongan tersebut sebagai kebenaran. Hal ini diperparah oleh bias konfirmasi, di mana individu lebih cenderung mencari informasi yang mendukung keyakinan mereka yang sudah ada, bahkan ketika keyakinan tersebut didasarkan pada kebohongan yang disebarkan oleh oligarki.

Lebih jauh lagi, oligarki juga memanfaatkan rasa ketergantungan psikologis masyarakat pada otoritas. Sebagaimana dijelaskan oleh psikolog Stanley Milgram dalam eksperimen ketundukannya, individu cenderung patuh pada otoritas meskipun tindakan tersebut melibatkan dukungan terhadap kebijakan atau kebohongan yang tidak etis. Oligarki berfungsi sebagai otoritas yang tak tertandingi di mata masyarakat, dan kebohongan yang mereka sebarkan sering kali diterima begitu saja oleh mayoritas karena status dan kekuasaan yang mereka miliki.

Perspektif Filosofis: Kebenaran, Kekuasaan, dan Mayoritas

Secara filosofis, kebohongan yang didukung mayoritas tetaplah kebohongan, terlepas dari berapa banyak orang yang mempercayainya. Plato dalam karyanya The Republic mengungkapkan bahwa kebenaran harus dicari melalui penalaran dan refleksi kritis, bukan melalui pendapat mayoritas yang sering kali terpengaruh oleh manipulasi penguasa. Di sinilah peran oligarki menjadi sangat destruktif, karena mereka tidak hanya mengendalikan sumber daya material tetapi juga menyabotase pencarian kebenaran melalui propaganda yang sistematis.

Filsuf Friedrich Nietzsche menyoroti bahaya "kebohongan massal" dalam masyarakat, di mana moralitas dan kebenaran dibentuk oleh kekuatan yang dominan dan bukan oleh upaya mencari kebenaran yang independen. Dalam sistem oligarki, kebenaran sering kali ditaklukkan oleh kekuasaan, dan mayoritas dipaksa menerima kebohongan karena struktur sosial yang hierarkis. Seperti yang diungkapkan oleh Nietzsche, "kebenaran adalah kehendak untuk berkuasa," dan dalam hal ini, oligarki memanipulasi kebenaran untuk memenuhi ambisi kekuasaan mereka.

John Stuart Mill juga mengemukakan dalam On Liberty bahwa kebebasan berbicara dan berpikir sangat penting untuk mencapai kebenaran. Namun, di bawah dominasi oligarki, kebebasan ini sering kali ditekan atau dimanipulasi. Oligarki menggunakan kekuasaan mereka untuk membungkam kritik dan membentuk narasi publik sesuai dengan kepentingan mereka, menghalangi masyarakat untuk mengeksplorasi dan menguji kebenaran secara bebas.

Dukungan Palsu karena Kepentingan yang Tidak Etis

Kebohongan yang disebarkan oleh oligarki sering kali mendapatkan dukungan palsu dari individu atau kelompok yang memiliki kepentingan terselubung. Para pemimpin bisnis, politisi, atau figur publik mungkin mendukung narasi palsu yang dipromosikan oleh oligarki demi keuntungan pribadi atau untuk mendapatkan kekuasaan lebih besar. Hal ini menciptakan situasi di mana kebohongan tampak didukung oleh mayoritas, tetapi kenyataannya, dukungan tersebut hanyalah hasil dari kompromi etis dan kepentingan pribadi.

Contohnya, dalam kasus kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam, oligarki di sektor tambang atau energi dapat mempromosikan kebohongan bahwa aktivitas mereka "berkelanjutan" atau "ramah lingkungan." Dukungan palsu dari politisi atau media yang disuap atau mendapat keuntungan finansial menciptakan ilusi bahwa kebijakan destruktif ini memiliki dukungan luas, padahal masyarakat umum sebenarnya dirugikan.

Kesimpulan

Kebohongan yang didukung oleh mayoritas, khususnya dalam konteks manipulasi oligarki, tidak pernah bisa dianggap sebagai kebenaran. Dari perspektif sosiologis, kita melihat bagaimana kekuasaan oligarki menciptakan ilusi mayoritas melalui kontrol informasi dan narasi publik. Secara psikologis, kecenderungan manusia untuk konformitas dan ketundukan pada otoritas memperkuat kebohongan ini. Secara filosofis, kebenaran tidak bisa diukur dari jumlah orang yang mempercayainya, melainkan harus dicapai melalui pencarian rasional yang bebas dari manipulasi kekuasaan.

Manipulasi oligarki merusak fondasi masyarakat demokratis dan beretika, dan dukungan palsu yang diberikan oleh mereka yang memiliki kepentingan tidak etis hanya memperburuk keadaan. Hanya melalui pembebasan dari pengaruh oligarki dan pengembalian fokus pada pencarian kebenaran, masyarakat dapat melawan kebohongan dan kembali ke jalan yang benar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun