Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mens-Rea dan Motif dalam Hukum Pidana, Pelajaran Berharga dari Kasus

15 September 2024   23:12 Diperbarui: 16 September 2024   09:58 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dalam sistem hukum pidana, salah satu elemen penting yang harus dibuktikan sebelum menjatuhkan vonis bersalah kepada seorang terdakwa adalah adanya niat-jahat atau mens-rea di balik perbuatan pidana. Selain tindakan fisik (actus reus), hukum pidana mengharuskan adanya unsur niat jahat  yaitu kesadaran atau kehendak pelaku untuk melakukan tindak pidana.


Kasus I Nyoman Sukena yang disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar, yang dituduh memelihara landak Jawa, yang merupakan satwa dilindungi, memberi pelajaran berharga bagi penegak hukum betapa pentingnya pembuktian unsur niat dalam menentukan kesalahan terdakwa.


Kasus ini juga memberi pelajaran berharga tentang bagaimana hukum pidana memperlakukan setiap kasus secara kasuistis di mana terdakwa tidak memiliki pengetahuan atau kesadaran bahwa tindakan yang dilakukannya melanggar peraturan.

Dalam hal ini, I Nyoman Sukena dituduh melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, namun ia mengaku tidak mengetahui bahwa landak Jawa adalah satwa yang dilindungi oleh undang-undang tersebut. Jaksa (Kejaksaan Negeri Denpasar) dalam perkara  tersebut akhirnya menuntut  I Nyoman Sukena dengan tuntutan bebas (Jumat, 13/92024).

Dalam hukum pidana, mens rea (niat jahat) dan motif adalah dua konsep yang sering kali berbeda meskipun saling terkait. Motif mengacu pada alasan atau dorongan seseorang untuk melakukan suatu tindakan, sedangkan niat jahat (mens rea) mengacu pada kesadaran dan kehendak pelaku untuk melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum.

Niat Jahat (Mens Rea) merupakan elemen mental yang mengacu pada kesadaran seseorang tentang tindakannya dan bahwa tindakan tersebut adalah salah atau melanggar hukum. Niat dalam hukum pidana harus dibuktikan untuk menetapkan kesalahan seseorang, terutama dalam kasus di mana tindakan fisik yang dilakukan bisa saja dilakukan tanpa adanya kesadaran bahwa itu merupakan pelanggaran hukum.

Sementara itu, motif lebih berkaitan dengan alasan atau dorongan seseorang melakukan suatu perbuatan. Motif bukanlah  unsur yang menentukan apakah seseorang bersalah secara pidana, tetapi motif dapat memberikan konteks untuk memahami tindakan terdakwa.

Menurut pendapat ahli hukum pidana, Roeslan Saleh, niat adalah unsur krusial dalam pembuktian kesalahan pidana. Tanpa adanya niat, meskipun tindakan yang dilakukan secara obyektif melanggar hukum, seseorang tidak bisa serta-merta dianggap bersalah. Di sinilah unsur niat memainkan peran utama, yaitu memastikan bahwa terdakwa benar-benar memahami konsekuensi hukumnya.

I Nyoman Sukena dituduh memelihara landak Jawa, satwa yang termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi berdasarkan undang-undang konservasi di Indonesia. Berdasarkan hukum yang berlaku, tindakan menangkap, memelihara, atau memperdagangkan satwa yang dilindungi tanpa izin merupakan pelanggaran pidana. 

Namun, dalam persidangan, terungkap fakta hukum bahwa I Nyoman Sukena tidak mengetahui bahwa landak Jawa termasuk satwa yang dilindungi, dan dia memelihara hewan tersebut tanpa kesadaran bahwa tindakannya melanggar hukum, landak jawa yang dipliharanya tersebut adalah peninggalan almarhum mertuanya, juga tidak ada  bukti kalau terdakwa akan memperdagangkan atau mengkomersilkan landak jawa tersebut, dan alasannya sangat masuk akal daripada landak tersebut mati lebih baik dipelihara.

Dalam kasus ini, motif I Nyoman Sukena tampaknya tidak didorong oleh niat jahat.  Kemungkinan besar, motifnya adalah murni karena rasa iba, seperti kepemilikan hewan peliharaan tanpa menyadari implikasi hukum yang terlibat. Motif tersebut tidak mencerminkan adanya kehendak untuk melanggar hukum atau merusak lingkungan.

Menurut Prof. Muladi, seorang ahli hukum pidana, motif dapat memberikan konteks terhadap suatu tindak pidana, namun motif itu sendiri tidak dapat digunakan untuk membuktikan kesalahan. "Motif lebih sering berkaitan dengan moralitas, sedangkan hukum pidana harus membuktikan niat dan kesengajaan,". Dalam kasus ini, motif I Nyoman Sukena tidak cukup untuk menunjukkan adanya niat jahat.

Salah satu prinsip umum dalam hukum adalah ignorantia juris non excusat, yang berarti ketidaktahuan terhadap hukum tidak membebaskan seseorang dari kesalahan hukum. Namun, dalam konteks kasus ini, ketidaktahuan I Nyoman Sukena bahwa landak Jawa dilindungi menunjukkan bahwa tidak ada mens rea atau niat kriminal.

Jaksa tampaknya berpendapat bahwa meskipun terdakwa melakukan tindakan yang secara formal  melanggar hukum, tidak ada bukti bahwa terdakwa memiliki kesadaran bahwa tindakannya adalah ilegal. 

M. Yahya Harahap dalam bukunya tentang hukum acara pidana menyatakan, "Dalam kasus pidana, kesengajaan atau niat (mens rea) harus jelas terbukti. Jika terdakwa tidak memiliki kesadaran atau kehendak untuk melanggar hukum, maka unsur pidana (dalam hal ini kesalahan)  tidak terpenuhi."

Dari Kasus I Nyoman Sukena kita  dapat belajar hal-hal berikut :

1. Penting untuk terlebih dahulu menguji ada tidaknya niat-jahat (mens rea) pada diri  pelaku mulai dari tingkat penyidikan agar penegakan hukum terhindar dari  peradilan sesat   atau prosedur hukum yang melanggar hak asasi manusia, apalagi sampai  tersangka/terdakwa ditahan sebagaimana yang dialami I Nyoman Sukena.

2. Walau bukan merupakan unsur dalam hukum pidana namun  perlu juga untuk melihat apa motif pelaku, mengingat  setiap kasus mempunyai karakteristiknya sendiri, dengan mengetahui motif maka akan memudahkan untuk melihat ada tidaknya niat-jahat pelaku.

3. Peran Sosialisasi Hukum yang lebih baik, Kasus ini juga menunjukkan bahwa ketidaktahuan masyarakat terhadap hukum, terutama dalam hal peraturan perlindungan satwa, dapat menjadi faktor penting dalam penegakan hukum. Pihak berwenang perlu memastikan bahwa masyarakat lebih memahami peraturan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun