Studi kasus berikut menunjukkan bagaimana mens rea dalam korupsi pemerasan dapat ditemukan dan dibuktikan:
Kasus Setya Novanto (2017): Dalam kasus ini, mantan Ketua DPR RI Setya Novanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pengadaan KTP elektronik yang merugikan negara triliunan rupiah. Dalam dakwaan, ditemukan bahwa Setya Novanto memiliki mens rea karena secara aktif terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang membahas pembagian dana korupsi, serta menggunakan posisinya untuk memeras dan menekan pihak lain agar terlibat dalam skema tersebut. Bukti-bukti percakapan dan rekaman audio menjadi bukti kuat adanya niat jahat dalam kasus ini.
Kasus Edhy Prabowo (2021): Edhy Prabowo, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, ditangkap oleh KPK atas tuduhan menerima suap terkait ekspor benih lobster. Dalam kasus ini, mens rea Edhy Prabowo ditemukan melalui berbagai bukti transaksi keuangan yang mencurigakan, percakapan dengan para pelaku usaha, serta pengaturan sistematis yang menunjukkan adanya niat untuk memanfaatkan jabatannya untuk keuntungan pribadi.
5. Kesimpulan
Menemukan mens rea dalam tindak pidana korupsi pemerasan merupakan hal yang esensial dalam proses peradilan pidana. Pembuktian mens rea dalam korupsi pemerasan dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan, baik subyektif maupun obyektif, dengan dukungan bukti kontekstual dan analisis psikologis. Pendapat para ahli dan studi kasus menunjukkan bahwa meskipun pembuktian mens rea sering kali rumit, pola tindakan, rekaman percakapan, saksi, dan bukti lain yang relevan dapat membantu memperjelas niat jahat pelaku. Oleh karena itu, penting bagi aparat penegak hukum untuk menggunakan pendekatan multidimensional dalam mengidentifikasi dan membuktikan mens rea guna menegakkan keadilan dalam kasus-kasus korupsi pemerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H