Pendekatan Obyektif:Â
Pendekatan ini lebih fokus pada tindakan yang dilakukan dan bagaimana tindakan tersebut dapat mengindikasikan adanya mens rea. Misalnya, jika seorang pejabat secara sistematis mengatur pertemuan tertutup dengan pelaku usaha untuk meminta imbalan, hal ini bisa menjadi bukti adanya niat jahat (premeditasi) di balik tindakannya.
Pembuktian melalui Bukti Kontekstual:
Dalam banyak kasus korupsi pemerasan, pembuktian mens rea dapat ditemukan melalui bukti-bukti kontekstual seperti rekaman percakapan, pesan tertulis, atau saksi yang melihat adanya upaya intimidasi atau pemerasan. Misalnya, dalam kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) vs. Bupati Kuantan Singingi, Mursini (2020), bukti-bukti seperti rekaman pembicaraan telepon dan transfer uang menjadi dasar pembuktian mens rea pejabat publik yang terlibat.
Analisis Psikologis dan Perilaku: Menurut Muladi (2002), pendekatan psikologis terhadap perilaku pelaku juga bisa membantu menemukan mens rea dalam tindak pidana korupsi. Dalam hal ini, penting untuk melihat apakah ada pola tindakan yang menunjukkan adanya niat untuk menyalahgunakan kekuasaan atau otoritas guna memperoleh keuntungan secara tidak sah.
3. Pendapat Ahli Tentang Mens Rea dalam Korupsi Pemerasan
Beberapa ahli hukum pidana memberikan pandangan berbeda tentang bagaimana mens rea dapat ditemukan dan dibuktikan dalam tindak pidana korupsi pemerasan:
P.A.F. Lamintang (1997) berpendapat bahwa pembuktian mens rea dalam tindak pidana korupsi pemerasan sangat tergantung pada bukti yang menunjukkan adanya niat untuk melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Dalam pandangannya, niat atau kehendak harus jelas terlihat melalui tindakan konkrit, seperti ancaman yang dilakukan atau tuntutan suap.
Barda Nawawi Arief (2010) mengemukakan bahwa mens rea dalam kasus korupsi pemerasan sering kali sulit dibuktikan jika hanya mengandalkan bukti langsung. Menurutnya, penting untuk mengkombinasikan bukti langsung dan tidak langsung, serta melakukan analisis terhadap motif dan pola perilaku pelaku untuk mengungkap niat jahat yang sebenarnya.
Muladi (2002) menambahkan bahwa keberadaan mens rea juga bisa dilihat dari konteks di mana tindakan tersebut dilakukan. Dalam kasus pejabat publik yang sudah berulang kali melakukan tindakan yang sama, hal ini dapat menjadi indikasi bahwa tindakan tersebut memang dilakukan dengan niat jahat dan tidak hanya terjadi secara kebetulan atau kelalaian.
4. Studi Kasus: Menemukan Mens Rea dalam Tindak Pidana Korupsi Pemerasan