Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Generasi Muda Indonesia Cenderung Ingin Menjadi ASN: Apa dampaknya dalam Menghadapi Era Globalisasi. Oleh : Rudi Sinaba

9 September 2024   22:24 Diperbarui: 14 September 2024   11:44 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, kecenderungan generasi muda Indonesia untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) semakin meningkat. Fenomena ini bisa dilihat dari membludaknya jumlah pendaftar seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) setiap tahun. Menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN), pada seleksi CPNS tahun 2021, terdapat lebih dari 4,5 juta pelamar untuk sekitar 200.000 posisi yang tersedia. Tren ini terus berlanjut dengan semakin banyak generasi muda yang menginginkan posisi ASN karena dianggap lebih aman dan stabil. Namun, di tengah era globalisasi yang menuntut keterampilan dinamis dan inovatif, kecenderungan ini dapat membawa dampak negatif bagi daya saing Indonesia di kancah global.

Artikel ini akan mengkaji alasan mengapa generasi muda lebih memilih menjadi ASN, dampak negatifnya dalam menghadapi globalisasi, serta pandangan dari para ahli terkait fenomena ini.
 Alasan Mengapa Generasi Muda Ingin Menjadi ASN

1. Stabilitas dan Keamanan Kerja

ASN dianggap sebagai pekerjaan yang memberikan stabilitas kerja dan keamanan finansial yang tinggi. Menjadi ASN berarti memiliki jaminan pekerjaan hingga pensiun yang aman dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi. Dalam survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia pada tahun 2022, sekitar 65% responden yang berusia 20-35 tahun menyatakan bahwa alasan utama mereka ingin menjadi ASN adalah stabilitas dan keamanan pekerjaan.

2. Tunjangan dan Fasilitas yang Menarik

ASN di Indonesia menerima berbagai tunjangan yang menarik, seperti tunjangan kinerja, tunjangan keluarga, dan fasilitas jaminan kesehatan serta pensiun. Dibandingkan dengan sektor swasta, gaji dan tunjangan ASN sering kali lebih kompetitif, terutama di kota-kota kecil dan daerah-daerah yang memiliki biaya hidup rendah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ASN menerima pendapatan tambahan yang bisa mencapai 50-100% dari gaji pokok mereka.

3. Pengaruh Sosial dan Budaya

Di beberapa kalangan masyarakat Indonesia, profesi sebagai ASN masih dipandang sebagai simbol prestise dan status sosial yang lebih tinggi. Ini dipengaruhi oleh pola pikir lama yang menganggap pekerjaan sebagai ASN adalah pekerjaan yang terhormat, terutama di kalangan masyarakat pedesaan atau kelas menengah. Sosiolog Universitas Indonesia, Dr. Abdul Khakim, menyebut bahwa "Pekerjaan ASN masih dianggap sebagai pekerjaan aman dan memiliki nilai status sosial tinggi."

4. Minimnya Alternatif dan Dukungan dalam Berwirausaha

Kurangnya ekosistem kewirausahaan yang mendukung, seperti akses terhadap modal, pendidikan bisnis yang baik, dan iklim usaha yang kondusif, membuat generasi muda lebih memilih jalur yang dianggap lebih aman dan pasti, seperti menjadi ASN. Survei dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa tingkat kegiatan kewirausahaan di Indonesia masih di bawah rata-rata dunia, dengan banyak kendala struktural dan regulasi yang menghambat.

Dampak Negatif Kecenderungan Menjadi ASN di Era Globalisasi

1. Penurunan Daya Saing Global   

Dalam menghadapi era globalisasi yang serba cepat, ekonomi yang kompetitif membutuhkan tenaga kerja yang dinamis, inovatif, dan adaptif. Ketergantungan pada pekerjaan yang aman seperti ASN dapat menyebabkan stagnasi keterampilan dan inovasi di kalangan generasi muda. Ekonom Universitas Gadjah Mada, Prof. Sri Adiningsih, mengungkapkan bahwa "Ketergantungan pada ASN bisa menghambat pertumbuhan sektor-sektor yang lebih dinamis dan inovatif seperti teknologi dan manufaktur, yang sebenarnya sangat penting dalam menghadapi tantangan global."


2. Kurangnya Inovasi dan Kewirausahaan

Dalam era globalisasi, inovasi dan kewirausahaan merupakan kunci untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, dengan tingginya minat untuk menjadi ASN, ada penurunan minat dalam berwirausaha atau terlibat di sektor-sektor swasta yang lebih kompetitif. Hal ini dapat memperlambat inovasi di Indonesia. Data dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya sekitar 20% dari lulusan perguruan tinggi yang berminat untuk memulai usaha sendiri, jauh di bawah angka di negara-negara maju.

3. Beban Fiskal yang Tinggi untuk Negara 

Bertambahnya jumlah ASN berarti bertambah pula beban fiskal bagi pemerintah, terutama dalam hal gaji, tunjangan, dan pensiun. Dalam Laporan Keuangan Negara tahun 2022, belanja pegawai mencakup lebih dari 25% dari total belanja APBN. Beban yang besar ini dapat mengurangi kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan dana untuk sektor-sektor yang lebih produktif dan mendukung inovasi, seperti pendidikan, teknologi, dan infrastruktur.

4. Pergeseran Prioritas Pendidikan dan Kurangnya Keterampilan Soft Skills

Dengan semakin banyaknya anak muda yang tertarik menjadi ASN, ada kecenderungan bahwa sistem pendidikan di Indonesia juga mengarah pada pemenuhan kebutuhan menjadi ASN, daripada membentuk lulusan yang kreatif, inovatif, dan siap bersaing di pasar global. Sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada persiapan tes seleksi ASN dapat mengurangi pengembangan keterampilan soft skills yang diperlukan di era globalisasi, seperti kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kewirausahaan.

 Pandangan Ahli dan Solusi yang Ditawarkan

Para ahli mengingatkan perlunya diversifikasi minat karir generasi muda untuk mendorong daya saing global Indonesia. Menurut Dr. Iwan Jaya Azis, seorang ekonom dari Universitas Cornell, "Pemerintah perlu menciptakan lebih banyak insentif bagi sektor swasta dan meningkatkan ekosistem kewirausahaan sehingga lebih banyak anak muda yang tertarik untuk berwirausaha atau bekerja di sektor yang lebih dinamis." Ia juga menekankan pentingnya reformasi dalam sistem pendidikan untuk mendorong pengembangan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri di era global.

Selain itu, pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama dalam menciptakan ekosistem yang lebih mendukung bagi pertumbuhan wirausaha muda, termasuk akses modal yang lebih mudah, penyederhanaan regulasi, serta insentif bagi pengembangan bisnis inovatif.

Kesimpulan

Ketertarikan generasi muda Indonesia untuk menjadi ASN memang dapat dipahami dari sisi stabilitas dan keamanan kerja. Namun, dalam konteks globalisasi yang membutuhkan tenaga kerja yang dinamis dan inovatif, kecenderungan ini bisa menjadi penghambat bagi daya saing ekonomi Indonesia di kancah global. Dampak negatif seperti penurunan inovasi, daya saing, dan peningkatan beban fiskal negara adalah beberapa tantangan yang perlu segera diatasi. Dengan menciptakan ekosistem yang lebih mendukung bagi sektor swasta dan kewirausahaan, Indonesia bisa mendorong generasi muda untuk memilih jalur karir yang lebih produktif dan inovatif, yang pada akhirnya akan memperkuat posisi negara ini dalam persaingan global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun