--- Ito Pati ---
Â
Dulu, Pemilihan Presiden 2014 dihebohkan dengan munculnya Tabloid Obor Rakyat. Isinya menyudutkan capres Joko Widodo. Kasus Obor Rakyat sampai ke pengadilan.
Pada 23 November 2016, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Pemred Obor Rakyat Setiyardi Budiono dan redaktur Darmawan Sepriyossa 8 bulan penjara
Kini, jelang Pilpres 2019, tabloid serupa muncul lagi. Namanya Indonesia Barokah. Sejak 22 Januari 2019, tabloid itu terbit. Berbeda dengan 5 tahun lalu, kali ini isi tabloid menyerang capres Prabowo, lawan Jokowi di pilpres 2019.
Simak saja isinya. Tabloid itu mengusung tajuk berjudul "Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik?". Semuanya ditulis dengan huruf kapital. Laporan utama berjudul 'Prabowo Marah, Media Dibelah'.
Sementara laporan khusus berisi artikel berjudul "Membohongi Publik untuk Kemenangan Politik? Membongkar Strategi Semprotan Kebohongan". Â Isi beritanya seputar kasus-kasus hoaks seperti penganiayaan Ratna Sarumpaet hingga kasus Neno Warisman.
Lantas, benarkah Tabloid Indonesia Barokah sebuah produk jurnalistik? Dilihat dari arah pemberitaannya jelas bukan. Sebab, tidak ada keberimbangan dalam setiap tulisan yang disajikan.
Isi tulisan menjadi sebuah kampanye negatif buat capres Prabowo yang kemudian disebarkan ke masjid-masjid hingga menimbulkan keresahan.
Selain itu alamat yang tertera yakni di Jalan Kerenkemi, Rawa Bacang, Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi juga fiktif.
Salah satu media nasional sempat mengirimkan wartawan untuk menelusuri alamat tersebut. Hasilnya, warga setempat mengaku tidak mengetahui alamat redaksi tabloid yang dimaksud.Â
Nah, dari fakta-fakta itu, Tabloid Indonesia Barokah bisa disebut penyebar hoaks. Isi berita menyerang capres Prabowo tanpa ada unsur keberimbangan. Kemudian alamat redaksi yang tertera juga fiktif. Maka, semua pihak yang berwenang harus turun tangan. Karena hoaks harus diberantas.
Terkait isi tabloid yang menyerang capres Prabowo, sepertinya publik sudah dewasa dan cerdas. Berkaca dari kasus Obor Rakyat lima tahun lalu, kampanye negatif dan kampanye hitam, tidak berpengaruh terhadap perolehan suara capres.
Bahkan hasil sebuah survei yang dilakukan media nasional terhadap produk kampanye hitam menyebutkan, 87 persen responden tidak setuju karena cenderung buruk dan membuat fitnah.
Jadi, setop kampanye negatif! Karena publik sudah cerdas dan tahu pilihan terbaik untuk lima tahun ke depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI