--- *** ---
Pagi itu, Ima mengetuk pintu rumah besar, tua dan berlantai dua itu. Dia berdiri di sana dan menunggu dengan sabar, tanpa menyadari wajah berdarah-darah dari salah satu jendela di lantai dua. Wajah yang tidak bisa lagi berteriak, tetapi hanya menjerit parau sebelum ditelan kesunyian:
"Tidak, jangan masuk! Pergi!"
R.