Warung Soto Cak Di, begitulah nama tempat yang saya datangi itu. Seporsi soto berisi nasi, kol, tauge, suwiran ayam dan potongan telur ayam rebus, disiram dengan kuah kuning hangat. Sembari meracik dan melayani para pelanggan, sesekali beliau menghisap rokoknya dan menimpali pembicaraan para pelanggan. Suasana riuh rendah, lalu rasa sotonya pun mantap, penuh bumbu ! ditambah secangkir teh hangat maka sempurnalah acara makan kami pada hari itu. Sayangnya, saya tidak sempat untuk mengunjungi makam GusDur maupun rumah CakNun dikarenakan, Jombang selalu diguyur hujan saat itu.
Besok harinya, perjalanan berlanjut ke Mojokerto. Mengendarai skutermatik, perjalanan kami tempuh sekitar hampir 1 jam perjalanan. Pemberhentian pertama adalah Buddha tidur. Tempat ini memang menjadi salah satu tempat wisata favorit wisatawan ketika mengunjungi Mojokerto. Patung dengan panjang 22 meter, lebar 6 meter, tinggi 4,5 meter dan berwarna keemasan ini tak pernah sepi pengunjung, terlebih saat akhir pekan. Tiket masuknya tak terlalu mahal Rp. 3000. Banyak pengunjung melakukan selfie ketika berada disini. Tak perlu jauh-jauh ke Thailand atau Myanymar untuk bertemu Budda tidur. Mojokerto pun ada !
Selanjutnya kami berpindah untuk menikmati wisata candi. Mojokerto memang terkenal akan candi-candinya. Kerajaan Majapahit yang dulu sangat berkuasa berasal dari sini daerah Trowulan, Mojokerto tepatnya. Tak lengkap rasanya kalau ke Mojokerto tetapi tidak mampir ke salah satu peninggalan sejarahnya.
Kali ini, Candi yang kami datangi adalah Candi Bajangratu. Candi Bajangratu erat kaitannya dengan Raja Jayanegara dikarenakan saat dinobatkan beliau masih "bajang" atau kecil/muda. Fungsi dari candi Bajangratu selain menjadi penghormatan untuk Jayanegara adalah menjadi pintu keraton dari kerajaan Majapahit. Setelah puas berkeliling dan menikmati keindahan arsitektur candi ini, kami pulang dan berpisah. Saya harus ke Banyuwangi untuk menyeberang ke Bali.
Akhirnya, saya memutuskan untuk tidur didepan stasiun. Ternyata banyak juga backpacker yang melakukan hal yang sama. Pulas saya tertidur, dan terbangun tepat pukul 5 pagi. Bergegaslah saya menuju pelabuhan yang jaraknya tidak jauh dari stasiun kereta itu. Tarif menyebrang untuk perorangan seharga Rp. 7000, dan perjalanan ditempuh dalam 1 jam perjalanan.
Beruntungnya saya, ketika saya menyeberang tepat saat matahari terbit, sehingga saya mendapatkan pemandangan yang sangat indah. Langit berubah menjadi jingga, perlahan matahari naik dari balik bukit, lalu refleksi pun terpancar dari atas permukaan air.
Hari-hari saya di Bali dihabiskan dengan mencari tempat yang belum pernah saya kunjungi. Pertama kali saya datang ke Bali, saya sudah mengunjungi beberapa tempat seperti Elephant Park, menyelam di Tulamben, menikmati perkebunan jeruk di Kintamani, dan beberapa pantai. Tempat pertama yang pertama saya kunjungi adalah Campuhan, sebuah bukit di daerah Ubud dimana sering digunakan untuk trekking. Hamparan padang rumput dan suara air mengalir dari sungai sekitar menemani kita ketika sedang berjalan. Siang itu, langit sangat biru dan matahari bersinar cerah, sembari berjalan dan berkenalan dengan beberapa wisatawan mancanegara (bule) saya dapat mengabadikan pemandangan yang indah itu.
Selanjutnya, saya berniat untuk mencari pantai untuk melihat matahari terbenam. Teman saya lalu merekomendasikan Kuta. Memang benar kalau Kuta adalah pantai yang terkenal dengan sunsetnya, tetapi saya ingin mencari yang lain, pantai yang lebih sepi, yang belum banyak didatangi orang. Akhirnya saya menyusuri satu per satu pantai sisi barat (agak keselatan) dari Pulau Bali.Â
Berawal dari Pantai Kuta, saya lalu perlahan naik ke arah utara, mencicipi beberapa pantai seperti Watu Bolong, Canggu, dan akhirnya sampailah saya ke pantai yang membuat saya berhenti dan menikmati keindahan matahari terbenam disana. Pantai tersebut adalah Pantai Mengerning. Pantai ini berpasir hitam, terdapat pura di pesisir pantainya, dan karang karang besar di belakang pura tersebut.Â
Angin dan ombak sore itu cukup kencang tetapi tidak menyurutkan niat saya untuk menunggu momen sunset itu. Matahari akhirnya turun menghilang perhalan tepat didepan mata saya. Sore itu indah sekali, dan tidak terlalu ramai orang. Saya hanya melihat tak lebih dari 10 orang menikmati pemandangan itu bersama saya. Salah satu "hidden paradise" yang harus dikunjungi ketika di Bali.
Setelah sampai Pulau Lombok, saya masih diharuskan untuk berkendara sekitar 30 menit untuk menuju pusat kota. Untuk menginap, saya menghabiskan malam di sebuah homestay yang terletak di pusat kota mataram bernama Puri Mama. Setelah beristirahat, saya lalu berangkat menuju sisi selatan Pulau Lombok. Tujuan pertama adalah mengunjungi sebuah desa adat bernama Sasak Ende.Â