Untuk memesan, harus ada interaksi antara penjual dan pembelinya. Mereka berbicara terlebih dahulu, ingin jamu yang seperti apa? menggunakan telur apa tidak? para pembeli juga bisa menanyakan khasiat dari jamu yang diinginkan kepada penjual. Semua terjadi secara cair dan mengalir, sampai sampai berulang kali saya temukan pembeli yang bilang "Bu, biasa nggih, minum sini". Tidak ada nama jamu yang terucap, tetapi kedua belah pihak sudah tau jamu apa yang ada di benak mereka.
Sambil menikmati beras kencur yang saya pesan, saya terlarut pada nikmatnya momen tersebut. Sedikit berbicara kepada pembeli yang lain, dan ternyata benar ia adalah pelanggan setia bakul jamu tersebut. Beberapa gelas diteguknya ditempat dan beberapa bungkus jamu dibawa pulang untuk diberikan ke anaknya. Obrolan yang hangat memang menambah nikmatnya jamu yang disesap. Setelah puas berbincang, saya memutuskan untuk pulang dengan membawa pemahaman bahwa jamu akan tetap jamu, kadang manis, cenderung pahit dan yang membuat nikmat adalah cerita yang ada dalam setiap gelas jamu tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H