Mohon tunggu...
ARSUINDO SAPUTRA
ARSUINDO SAPUTRA Mohon Tunggu... Administrasi - Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Bengkulu
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegawai Negeri Sipil di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Bengkulu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Karutan Bengkulu Ikuti Seminar Nasional HDKD-78

24 Juli 2023   14:24 Diperbarui: 24 Juli 2023   14:44 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dari sekian banyak buku tentang hukum pidana yang pernah saya baca, ada satu buku yang judulnya berbeda, yakni buku karangan J.E Yonkers. Buku ini memiliki judul Pengantar Hukum Pidana Hindia Belanda yang diterbitkan pada tahun 1947. 

Dalam buku tersebut, Yonkers menuliskan kira-kira pemberlakukan kodefikasi hukum di wilayah Hindia Belanda yang telah dilakukan sejak tahun 1918 sebetulnya tidak dapat diterapkan begitu saja karena Hindia Belanda memiliki hukum yang hidup di masyarakat. Yonkers sendiri pernah menjabat sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Maros, Sulawesi Selatan selam 10 Tahun, jadi dia tidak hanya memahami hukum pidana Indonesia tapi juga hukum yang hidup di masyarakat," terang Eddy Hiariej.

Lebih jauh, Wamenkumham juga menegaskan bahwa pemberlakukan hukum yang hidup di dalam masyarakat sebagaimana ketentuan pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP memang menjadi perdebatan baik dikalangan pemerintah, ahli hukum maupun masyarakat sebelum disahkan menjadi undang-undang. Memasukkan unsur hukum adat dalam ketentuan pidana menurut Eddy menjadi suatu hal yang rumit mengingat hukum adat tidak memiliki unsur yang secara ekspresif verbis ditulis dalam pasal. Karena itu lanjut Eddy pemahaman terkait penerapan pasal 2 tentang hukum yang hidup dimasyarakat tidak dapat dilepaskan dengan ketentuan pasal 12 dan pasal 51 undang-undang tersebut.

"Pidana adat, termasuk di dalamnya hukum yang hidup dimasyarakat hanya punya elemen tapi tidak memiliki unsur yang secara ekspresif verbis ditulis dalam pasal. Tentu ini pastinya akan menyulitkan penuntut umum untuk membuktikan suatu tindak pidana yang tidak secara ekspresif verbis dituliskan dalam undang-undang. Karena itu ketika berbicara mengenai pasal 2, maka tidak bisa lepas dari pasal 12 dan pasal 51 tentang pedoman pemidanaan. Pedoman pemidanaan dimana salah satunya hukum yang hidup di masyarakat dapat digunakan oleh hakim untuk menjatuhkan pidana atau tidak menjatuhkan pidana. 

Oleh karena itu perlu saya sampaikan bahwa terkait keberadaan hukum yang hidup dalam masyarakat, hukum pidana adat itu merupakan bagian dari hukum yang hidup dalam masyarakat tetapi tidak semua hukum yang hidup dalam masyarakat itu pidana adat," tegas Eddy Hariej.

humas
humas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun