Pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh seorang influencer yang menggeluti dunia cryptocurrency, yaitu Timothy Ronald, kembali viral. Menurutnya, sekolah maupun sistemnya itu sendiri adalah sebuah penipuan terbesar sepanjang sejarah serta tidak menjamin bahwa orang tersebut akan sukses di kemudian hari.Â
Melalui sebuah videonya yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, ia mengatakan bahwa ada beberapa orang sukses yang mampu menjadi bos dari sebuah perusahaan besar multinasional seperti Bill Gates, yang sukses membangun kerajaan bisnis di bidang teknologi yaitu Microsoft, setelah meninggalkan kuliahnya di Harvard pada tahun 1975. Dengan demikian, menurut Timothy, sukses tidak ditentukan dari jenjang sekolahnya, namun melalui pengalaman.
Mereka yang menonton video tersebut, kemudian mengambil sebuah kesimpulan bahwa sekolah itu tidak penting dan beralih ke akademi crypto yang tujuannya tidak jauh dari memenuhi nilai-nilai material semata atau sebatas gengsi. Setelah mengikuti akademi tersebut, mereka akan berlomba-lomba untuk mendapatkan mata uang digital tersebut sebanyak-banyaknya. Padahal, kegiatan-kegiatan tersebut memiliki keterkaitan dengan ilmu ekonomi, matematika, dan lain-lain, yang hanya didapatkan dalam bangku sekolah dasar hingga universitas.Â
Sebetulnya, tidak hanya sistem sekolah yang dianggap scam atau penipuan, namun kuliah dianggap sebagai sebuah kegiatan yang sia-sia, karena hanya 'menganggur' selama 4 tahun. Justru, dalam bangku perkuliahan, mereka dituntut untuk memperdalam ilmu-ilmu yang telah dipelajari di bangku sekolah dasar dan menengah, tergantung dengan spesialisasinya. Setelah lulus kuliah, mereka kemudian dihadapkan pada dua pilihan: bekerja atau lanjut ke S2 dan S3.Â
Maka tidak heran, Indonesia menghasilkan jumlah sarjana S2 dan S3 yang dinilai sangat rendah, yang diperparah dengan IQ rata-rata orang Indonesia yang tidak jauh dari India, yaitu 78.Â
Sekolah itu penting!
Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam sebuah proses pembangunan negara. Semakin berpendidikan dan berakhlak suatu komunitas, semakin maju negara tersebut, begitupula sebaliknya. Namun, komponen tersebut harus didukung dengan pemerataan akses pendidikan, perbaikan fasilitas pendukung, dan implementasi sistem pendidikan yang baik yang menyesuaikan perkembangan zaman.Â
Menurut UUD 1945, hak warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak telah diatur dalam Pasal 31 ayat 2, dengan mengupayakan sistem pengajaran dan pendidikan nasional.Â
Sebagai implementasi dari pasal tersebut, pemerintah mencanangkan program wajib belajar 6, 9, dan 12 tahun, kemudian memfasilitasi lulusan-lulusan SMA untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi melalui beasiswa LPDP maupun penggunaan KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah bagi orang-orang yang tidak mampu, walaupun muncul berbagai penyimpangan dalam implementasinya di lapangan. Begitupula dalam agama Islam, yang tentunya menganjurkan kepada ummatnya untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya, seperti yang telah tertera dalam surah Al-Alaq ayat 1-5.Â
Secara sosiologis, sekolah merupakan salah satu sarana sosialisasi sekunder untuk membentuk karakter anak maupun memberikan bekal kepada anak dengan pengetahuan dasar, yaitu pengetahuan menulis, membaca, berhitung, dan menyelesaikan masalah. Dapat dikatakan bahwa sekolah adalah tahap selanjutnya dari sosialisasi primer yang dilakukan oleh lembaga keluarga.Â
Dalam sudut pandang sejarah, sekolah juga merupakan tempat munculnya pergerakan nasional di masa-masa menjelang keruntuhan kekuasaan kolonial Hindia Belanda. Banyak organisasi pergerakan yang justru muncul di sekolah-sekolah Belanda, seperti Boedi Oetomo (BO) yang embrionya muncul di sekolah kedokteran (STOVIA) pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi mahasiswa daerah seperti Jong Java/Tri Koro Darmo, Jong Batak, Jong Islamieten Bond (JIB), semua bermula dari sekolah.Â
Jika dilihat dari perspektif pergerakan nasional, sekolah bukan hanya sebagai tempat untuk menambah pengetahuan sekaligus mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang akan datang, namun sekolah juga berfungsi sebagai alat perlawanan melawan kesewenang-wenangan penjajah. Dengan adanya sekolah, kaum bumiputra yang masih tertutup matanya, mampu membuka cakrawala baru serta mulai sadar akan bangsa mereka sendiri yang sedang terbelenggu.Â
Antara kurun waktu 1920-30an, berbagai sekolah yang didirikan oleh perorangan/sekolah liar (seperti Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantoro maupun sekolah milik Muhammadiyah) yang membuat pemerintah kolonial berang, sampai-sampai Gubernur Jenderal Bonifacius de Jonge harus mengeluarkan sebuah peraturan tentang larangan pendirian sekolah yang tidak didirikan oleh pemerintah (wildeschool ordonantie) yang disahkan pada tahun 1932.Â
Pentingnya duduk di bangku kuliah
Setelah mempersiapkan bekal di jenjang pendidikan dasar dan menengah, anak dituntut untuk memperdalam ilmu dan mengasah kemampuan berpikir kritis di bangku perkuliahan, sesuai dengan spesialisasi disiplin ilmu yang diminati.Â
Bangku perkuliahan juga merupakan pintu gerbang menuju dunia kerja, karena para pelamar kerja nantinya dimintai ijazah dan transkrip nilai serta pengalaman organisasi oleh sebuah HRD di perusahaan-perusahaan, apalagi perusahaan tersebut bersifat multinasional.Â
Jenjang perkuliahan (atau pendidikan itu sendiri) juga menunjukkan tingginya derajat suatu manusia dalam proses mobilitas sosial menurut Pitirim Sorokin. Semakin tinggi jenjang pendidikannya, maka semakin mudah bagi individu untuk meningkatkan kelas sosialnya, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, banyak orang tua yang menuntut agar anaknya berpendidikan tinggi, bahkan rela menjual kekayaan mereka agar bisa mengangkat derajat keluarga melalui bangku perkuliahan.
Apabila ada seseorang yang mengatakan bahwa kuliah adalah menganggur selama 4 tahun dengan gaya, hal tersebut tentu salah besar. Memang, ada orang yang berpendidikan namun tidak memiliki adab sehingga memunculkan bibit-bibit korupsi, namun orang yang beradab tentunya sudah berpendidikan. Kuliah pada hakikatnya merupakan sebuah tahapan selanjutnya dari proses pertumbuhan suatu individu. Bahkan, beberapa perusahaan juga mencantumkan ijazah S1/S2 dan transkrip nilai sebagai persyaratan untuk masuk ke dunia kerja.Â
Epilog
Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dengan proses kehidupan manusia. Manusia memang menjalani sebuah siklus kehidupan yang dimulai dari lahir, tumbuh, berkembang, dan mati, namun perlu menjalani tahapan perkembangan dalam berbagai aspek, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis, membaca, menulis, berhitung, hingga penyelesaian masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut tentunya dapat diasah di bangku sekolah maupun perkuliahan.Â
Selain mengasah kemampuan dasar yang dimiliki manusia, pendidikan juga merupakan sebuah alat perjuangan untuk membebaskan suatu bangsa dari perbudakan dan belenggu penjajahan, seperti apa yang dilakukan oleh para tokoh pergerakan Indonesia di awal abad ke-20 maupun intelektual Afrika periode 1950-60an.Â
Lalu, jika sekolah adalah scam, maka para tokoh pergerakan Indonesia maupun dunia ketika proses dekolonisasi, mereka terkena penipuan dong? Memang, kurikulum yang digunakan pada saat itu adalah kurikulum kolonial, akan tetapi mereka mampu melakukan dekonstruksi dengan membaca berbagai literatur pendukung untuk melawan penjajahan dan juga memiliki bekal dasar yaitu matematika, ilmu alam, ilmu sosial-humaniora, hingga sastra.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI