Kawasan Pleburan dan Simpang Lima baru dikembangkan pada masa Presiden Soekarno, sebagai imbas dari tergusurnya alun-alun lama di dekat Pasar Johar dan pusatnya yang dikenal di kemudian hari dengan nama Kanjengan, sekaligus melakukan perluasan wilayah kota ke bagian selatan Semarang.Â
Alun-alun raksasa yang sekarang dikelilingi pusat perbelanjaan dan kantor pemerintahan ini dibangun pada tahun 1965-66. Pada awalnya, kawasan sekitar Simpang Lima hanya diperuntukkan sebagai kawasan pemerintahan provinsi Jawa Tengah.Â
Seiring perkembangan zaman, kawasan sekitar Simpang Lima kemudian dikembangkan menjadi kawasan komersial antara pertengahan 70an hingga 90an.Â
Dengan pengembangan Universitas Diponegoro yang berkedudukan di Pleburan, hal tersebut menjadi 'magnet' bagi para perantau dari berbagai daerah untuk mendulang rupiah dengan membuka lapak di pinggir jalan.Â
Ada yang membuka warung makan, rata-rata warung di Pleburan menggunakan bangunan yang permanen, begitupula dengan jasa ketik maupun printing yang bertebaran di sepanjang Jalan Hayam Wuruk hingga Jalan Singosari.Â
Biasanya, pada jam-jam tertentu, warung makan hingga jasa ketik selalu ramai dengan konsumen, yang mayoritas merupakan civitas akademika Undip.Â
Jasa ketik di kawasan sekitar Pleburan menjadi andalan bagi mahasiswa untuk mengerjakan tugas kuliah, apalagi ketika komputer belum populer di Indonesia.Â
Di tengah teriknya matahari, Masjid Diponegoro Pleburan atau Masjid Al-Fath merupakan tempat yang tepat untuk berteduh, di samping mendekatkan diri kepada Allah.Â
Biasanya, ketika setelah sholat Dzuhur hingga Ashar, pelataran masjid yang dibangun pada tahun 1988 ini penuh dengan warga sekitar maupun tukang ojek yang beristirahat, bahkan hingga saat ini pun, masjid itu tidak pernah sepi dari jamaah.Â
Berkurangnya geliat perekonomian di Pleburan