Mohon tunggu...
Rubeno Iksan
Rubeno Iksan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah S1 di Universitas Negeri Semarang

Pena lebih tajam daripada pedang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kedekatan Historis antara Indonesia dan Palestina

5 November 2023   20:34 Diperbarui: 5 November 2023   20:34 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Baswedan sedang berorasi ketika Aksi Bela Palestina pada 5 November. (Sumber foto: detikcom)

Untuk mempertegas kedudukan Indonesia sebagai negara yang paling vokal memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina, ketika kualifikasi Piala Dunia 1958 yang akan dilaksanakan di Swedia, Indonesia menolak untuk bertanding dengan Israel di babak final. Meskipun ini bertentangan dengan doktrin pemisahan politik dengan olahraga, akan tetapi Soekarno memandang bahwa olahraga dan politik bisa menjadi satu, yang memicu Soekarno untuk membuat ajang olahraga tandingan yaitu Ganefo yang berlangsung pada tahun 1963 di Jakarta. 

Ketika Soekarno lengser pada tanggal 12 Maret 1967, Presiden Soeharto tidak memiliki upaya apapun untuk membuat hubungan diplomatik dengan Israel, untuk mencegah pertentangan dengan negara-negara Arab dan dunia Islam secara umum. Meskipun demikian, hubungan Israel dan Indonesia ketika masa Orde Baru lebih ditekankan pada hubungan rahasia di bidang kemiliteran untuk memodernisasi angkatan bersenjata Indonesia, terutama Kopassus yang studi banding dengan pasukan Sayeret, pasukan khusus yang dimiliki Israel. Selain Kopassus, para perwira intelijen juga studi banding di markas Mossad, lembaga intelijen paling efektif di dunia pada saat itu, selain CIA, MI-6, dan KGB. Tak hanya itu, para penerbang TNI AU juga dilatih secara rahasia di Israel, untuk mempelajari teknologi-teknologi kemiliteran yang dimiliki. 

Namun, Soeharto pada saat itu tetap konsisten meneruskan apa yang digariskan oleh Soekarno, yaitu sikap pro-Palestina. Pada tahun 1978, terbit perangko bergambar kompleks Masjidil Aqsa di Al-Quds yang dirancang oleh organisasi perlawanan Palestine Liberation Organisation (PLO) dan dicetak sebanyak 1 juta lembar. Pada tahun 1983, dalam sidang pertanggungjawabannya, Soeharto menegaskan di depan anggota MPR bahwa Indonesia tetap berdiri tegak bersama rakyat Palestina menentang kolonialisme Israel. Ketika negara Palestina berdiri pada tahun 1988, Indonesia langsung mengakui kedaulatan negeri itu dan bergerak cepat menerima misi diplomatiknya. Setahun kemudian, Kedubes Palestina di Indonesia langsung dibentuk. 

Sikap pro-Palestina kemudian diteruskan ke penguasa-penguasa Indonesia setelah Soeharto tumbang pada tanggal 21 Mei 1998. 

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan yang berdarah-darah: Antara Indonesia dan Palestina

Indonesia dan Palestina sama-sama memiliki sejarah perjuangan yang berdarah-darah sekaligus rasa senasib sepenanggungan. Mereka sama-sama dijajah dari berbagai aspek, mulai dari sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Tentunya sama persis dengan Belanda yang menjajah Nusantara selama beratus-ratus tahun lamanya dalam berbagai bidang bahkan tidak segan untuk mengeksploitasi penduduk pribumi untuk kepentingan penjajah. 

Ketika masa penjajahan Belanda, ratusan kali perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah (kecuali Perang Padri dan Perang Diponegoro) membuat Belanda ketar-ketir. Misalnya, perlawanan petani di Banten pada tahun 1888 yang menjadi judul disertasi dari Sartono Kartodirdjo, sukses membuat Belanda kocar-kacir, meskipun pada akhirnya kalah karena tak sebandingnya persenjataan dari kedua belah pihak. Di Aceh, antara tahun 1873-1904, pejuang-pejuang Aceh bersenjata rencong dan bedil rampasan Belanda berhasil menguras kas negara Belanda untuk kedua kalinya. Perlawanan non-kekerasan yang dilakukan oleh Samin Surosentiko di Blora dengan menolak membayar pajak kepada Belanda juga mampu merusak ekonomi kolonial saat itu. 

Begitupula orang-orang Palestina, mereka juga aktif melakukan perjuangan baik konfrontasi dengan Israel maupun melalui jalur non-kekerasan, seperti gerakan BDS (boikot, divestasi, dan sanksi) yang akhir-akhir ini mencuat di seluruh dunia Barat. Selain itu, ada gerakan-gerakan anti-Zionis yang beroperasi di luar negeri, seperti Neturei Karta yang didirikan dan dikembangkan oleh orang-orang Yahudi ortodoks. Namun, yang sering ditemui di Palestina adalah perjuangan bersenjata, antara Hamas dengan tentara pendudukan Israel. 

Terkait dengan eksistensi Neturei Karta, perlu digaris bawahi bahwa anti-semitisme dan anti-Zionisme memiliki arti yang berbeda, yang seringkali disamakan oleh otoritas Zionis Israel. Secara etimologis, anti-semitisme bermakna kebencian terhadap seluruh kaum Yahudi, baik Yahudi pro-Zionis maupun anti-Zionis, seperti yang dilakukan oleh Adolf Hitler beberapa tahun sebelum perang besar berkecamuk di Eropa untuk kedua kalinya. Sementara, istilah anti-Zionisme adalah sebuah ideologi yang menentang gerakan Zionisme (gerakan yang bertujuan untuk membuat sebuah negara Yahudi dengan mengorbankan kepentingan orang-orang Arab).

Bantuan Pangan Indonesia ke Gaza dan Diplomasi Beras Sjahrir

Indonesia memang belum tercatat sebagai salah satu negara yang menyalurkan bantuan militer ke Palestina, baik berupa amunisi, persenjataan, maupun personel militernya. Hal ini tentu sangat ironis, mengingat Indonesia masuk ke dalam jajaran negara terkuat ke-13 setelah Brazil dan Mesir berdasarkan daftar negara-negara dengan kekuatan militer terkuat di dunia (Global Firepower Index). Akan tetapi, bukan berarti Indonesia tidak memberikan bantuan apa-apa ke Palestina. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun