Atau, dalam kasus korupsi ketika keadaan perang (pasal 7 ayat 1), terdakwa korupsi jenis ini dipenjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 7 tahun.Â
Setelah melihat UU Tipikor berikut, sepertinya hukuman bagi pelaku korupsi dalam Islam ataupun Codex Hammurabi masih lebih baik daripada UU tersebut. Dalam Islam, hukuman pelaku korupsi adalah dipotong sebagian tangannya setelah dikumpulkan bukti-bukti yang kuat. Maka tak heran, di masa kekhalifahan Islam, kesejahteraan rakyat saat itu dijamin karena pengelolaan keuangan yang baik dan tegasnya hukuman terhadap koruptor, dengan tidak menafikan kebobrokan-kebobrokan yang pernah terjadi selama keberlangsungan peradaban Islam.Â
Adapun hukuman-hukuman yang tertera dalam Codex Hammurabi, nampaknya jauh lebih sadis, yang tentunya membuat angka kejahatan di Babilonia masa Hammurabi menurun. Hasilnya, Babilonia saat itu menjadi sebuah imperium yang kuat dan megah.
Tidak ada instansi pemerintahan pusat dan daerah yang mendorong pencegahan dan pemberantasan korupsi
Kalau faktor tersebut, yang terjadi di pemerintahan pusat dan daerah justru sebaliknya. Hal ini pernah terucap dari mulut Melchias Mekeng, seorang anggota DPR dari Komisi XI Fraksi Golkar. Pada bulan Maret 2023 lalu, ia pernah menyinggung soal korupsi kecil-kecilan ketika rapat menanggapi pemukulan David Ozora oleh Mario Dandy, anak dari pegawai pajak Rafael Alun. Dari mulutnya ia mengatakan bahwa makan uang haram kecil-kecilan boleh saja, sementara jika makan uang haram besar-besaran justru akan dilaknat Tuhan.Â
Lantas, netizen kemudian menyerang akun Instagram Melchias Mekeng buntut pernyataannya itu.Â
Beberapa bulan kemudian, pada bulan Juli 2023, Menteri Koordinator bidang Marves yang kerap dijuluki 'Menteri Segala Urusan' karena diberi tugas banyak oleh Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam pidatonya di KPK mengatakan bahwa kalau Republik Indonesia ingin bebas dari korupsi 'langsung ke surga saja'. Menurutnya, korupsi takkan hilang dari RI karena sifat alamiah manusia, dan lebih menekankan pada pencegahan korupsi melalui E-government.Â
Ucapan Luhut ini memberi sinyal 'pemakluman' terhadap korupsi karena menganggap bahwa korupsi adalah sifat alamiah manusia, namun bisa dicegah dengan digitalisasi. Padahal, digitalisasi anggaran tidak 100 persen mencegah korupsi, karena bisa jadi dalam input anggaran terjadi penyelewengan oleh operator yang memasukkan data APBN/APBD.
Tak hanya di lingkup pusat, di lingkup pemerintahan daerah sangat minim upaya untuk mencegah korupsi maupun memberantasnya. Bagaimana tidak, untuk melapor dugaan penyelewengan saja takut diteror atau diancam akan dimutasi demi mempertahankan nama baik institusi. Bahkan, ada yang dibunuh hanya karena menjadi saksi kasus korupsi yang menggerogoti institusi daerah, seperti yang terjadi di Semarang pada bulan September 2022 lalu.
Epilog
Setelah melihat fakta-fakta tersebut, apabila mengacu pada perkataan Mahfud MD tentang korupsi yang terjadi saat ini, dapat dikatakan lebih parah daripada zaman Orde Baru. Apabila di masa Orde Baru, APBN dikorupsi setelah disahkan dan hanya individu tertentu yang melakukan korupsi, sementara di zaman Reformasi yang ditandai dengan demokratisasi besar-besaran, korupsi dilakukan dari atas ke bawah (dari level pusat hingga daerah melakukan korupsi dan penyelewengan) dan dilakukan berkelompok.Â