Peresmian Patung Soekarno yang bentuknya raksasa di Bandung ini (tingginya 22 meter) nampaknya membuat geger jagat maya. Bahkan, ada yang menilai bahwa patung tersebut merupakan upaya PDI Perjuangan untuk mendongkrak popularitas Soekarno dan suara untuk pemilu 2024 nanti.Â
Selain di Bandung, patung Soekarno juga ditemui di depan gedung Kemenhan dan depan Stasiun Semarang Tawang, yang notabene adalah basis PDI Perjuangan dalam Pemilu 2019 dengan perolehan suara yang cukup tinggi (di Jawa Tengah mendapatkan persentase suara 29.71%, dikutip dari Sindonews).Â
Pembuatan patung tersebut menunjukkan bahwa glorifikasi Soekarno sebagai simbol pemenangan partai berlambang banteng tersebut dan di kalangan masyarakat awam masih ada, meskipun de-Soekarnoisasi sudah dilakukan pada rezim Orde Baru dan bagi kalangan yang menginginkan syariat Islam di Indonesia, orang-orang Malaysia, ataupun masyarakat Aceh, Soekarno bukanlah seorang pahlawan, namun sebagai sebuah tokoh yang membawa bencana dan represif.
Lantas, kembali ke pertanyaan, mengapa Soekarno didewakan atau diglorifikasi di Indonesia?
Penggunaan Sejarah sebagai Alat untuk Menanamkan Nasionalisme
Sebelum masuk ke dalam inti jawaban, terlebih dahulu harus memahami apa arti sejarah sebenarnya. Menurut Kuntowijoyo, sejarah adalah sebuah upaya merekonstruksi masa lalu untuk kepentingan sekarang. Dengan demikian, sejarah bisa dimanipulasi, didistorsi, ataupun diutak-atik sesuai dengan kepentingan penguasa.Â
Hal ini sejalan pula dengan pendapat Louis Gottschalk dalam bukunya 'Mengerti Sejarah' yang mengatakan bahwa fungsi sejarah adalah menanamkan jiwa nasionalisme dan patriotisme kepada warga negaranya.
Pendapat Gottschalk tersebut dapat diterima dalam konteks Indonesia, mengingat sejarah-sejarah yang ditulis oleh para sejarawan pendidik adalah sejarah yang menekankan pada aspek nasionalisme dan patriotisme, sehingga glorifikasi pada tokoh-tokoh tertentu (Soekarno, RA. Kartini, Boedi Oetomo, dan lain-lain) terisi secara keseluruhan dalam penulisan historiografi Indonesia.Â
Soekarno digambarkan sebagai founding father yang jasanya begitu besar bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, RA. Kartini digambarkan sebagai tokoh yang memperjuangkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan, dan Boedi Oetomo yang dianggap sebagai pelopor dari Kebangkitan Nasional, padahal lingkup dari BO sendiri hanya tersusun atas dasar Jawaisme dan kepercayaan Kejawen.Â
Soekarno 'yang didewakan'