Mohon tunggu...
Sulistiyo Kadam
Sulistiyo Kadam Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati ekonomi, interaksi manusia, dan kebijakan publik

Kumpulan Kata dan Rasa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kathmandu, Gerbang Nepal dengan Beragam Wajah dan Budaya

4 Juni 2017   17:05 Diperbarui: 4 Juni 2017   17:17 5597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasupatinath Temple
Pasupatinath Temple
Saya tidak bisa menyatakan beginilah perilaku orang Nepal karena tentu saja hal ini belum memenuhi kaidah sampel secara statistik. Satu hal yang saya pelajari, sepertinya agama bukanlah sebuah pembeda yang menceraiberaikan bagi orang-orang ini. Mereka hidup berdampingan secara damai tanpa konflik, membaur membentuk wajah Nepal yang multi agama.

Bicara tentang perbedaan, Nepal tidak hanya multi agama tetapi juga multi etnis. Di Kathmandu saya menemui beragam wajah dengan tipe yang berbeda-beda. Mulai dari wajah bertipe India yang paling banyak saya temui, tipe Tibet yang akan semakin banyak ditemui di pegunungan, dan tipe-tipe campuran yang mirip dengan orang Asia tenggara. Dari literatur, orang-orang “Khas” yang merupakan campuran India, Iran, dan Asia Tengah adalah populasi terbanyak. Khas sendiri dibedakan menjadi Khas Brahmin, Khas Chetri, Khas Khsetriya, dan beberapa Khas lain. Tak jarang dijumpai orang-orang berkulit gelap dengan mata indah berwarna coklat terang dari golongan ini.

Kelompok lain yang juga banyak adalah Janajatis yang berciri Sino-Tibet, kulit lebih terang dan mata sipit. Orang-orang ini menggunakan nama Thamang dan juga Sherpa yang sangat mashyur sebagai porter pertama penakluk Everest. Ada juga suku Rhais dan Limbu yang lebih mirip China Han. Kelompok Janajatis lainnnya adalah orang-orang bernama Gurung dan Magar yang lebih mirip orang-orang Asia Tenggara. Kemiripan Gurung dan Magar dengan orang-orang Asia Tenggara inilah yang membuat saya dikira orang Nepal. 

Oleh resepsionis penginapan di Kathmandu saya disapa dengan Bahasa Nepal, begitu juga saat berjalan di Pokhara, orang mendekat dan menanyakan sesuatu dalam bahasa Nepal.  Begitu juga saat di restoran, para pelayan akan ragu menanyakan pesanan dengan bahasa Nepal bercampur bahasa Inggris karena kuatir salah mengenali asal saya. Tentu saja orang-orang yang lama bergelut dengan industri wisata akan lebih cepat membedakan Tamang dan Gurung dengan orang-orang dari Asia Tenggara baik Thailand, Filipina, Malaysia, maupun Indonesia yang menurut mereka sama saja.

Selain wajah-wajah yang banyak mirip dengan keturunan India dan China, tak jarang di jalanan Kathmandu akan ditemui orang-orang dengan wajah yang lebih mirip orang Asia Dekat seperti Iran atau Turki yang nampak seperti orang-orang Eropa. Keberagaman dan kerukunan ini membuat Nepal terasa menakjubkan di tengah hingar bingar kota yang mengejutkan dan pandangan ideologi orang-orangnya yang unik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun