Mohon tunggu...
Sulistiyo Kadam
Sulistiyo Kadam Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati ekonomi, interaksi manusia, dan kebijakan publik

Kumpulan Kata dan Rasa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mudik ala Malaysia Gak Kalah Ribet

11 Agustus 2013   17:06 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:26 1692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah satu jam di atas SBS 170 dan menjelajahi Singapore dari Selatan ke Utara, sampailah kami di pos imigrasi Singapore. Dari awal saya sudah menduga bakal cukup repot di sini karena harus turun bis ke imigrasi Singapore, naik bis lagi untuk nyebrang ke JB, kemudian turun bis lagi buat imigrasi Malaysia, dan naik bis lagi ke Terminal Larkin di JB. Faktanya, keribetan yang saya bayangkan itu hanya seperberapa dengan keribetan sebenarnya yang saya alami. Bayangkan nyeberang Singapore ke Malaysia yang hanya berjarak 1 km itu butuh waktu kurang lebih 4 jam! What the he**.

Turun dari bis, kami segera bergegas menuju imigrasi Singapore. Manusianya banyak tapi prosesnya juga lumayan cepat jadi tidak terlalu lama nunggu. Selesai imigrasi bergegaslah kami turun tangga buat naik lagi ke bus SBS 170. Namun apa daya, begitu turun antrian penumpang luar biasa panjang dan berdesak-desakan. Jalur antrian ada 2. Dua-duanya bertuliskan SBS/SJE. Jadi mana yang antri Causeway Link (CW), Singapore Johor Express (SJE), atau SBS super ga jelas. Nanya orang sama ga ngertinya. Akhirnya pasrah ikut antrian yang lebih pendek. Asumsinya bakal lebih cepat. Ga taunya sekali lagi salah total. Antrian lain yang awalnya lebih panjang, ternyata bergerak lebih cepat. Penyebabnya ga jelas, soalnya antrian itu berujung di bawah tangga dan ga keliatan seperti apa akhirnya.

Waktu berlalu sangat lambat. Satu jam masih di tengah antrian. Satu jam setengah baru sampai di bawah tangga. Ternyata antrian panjang tadi bertemu jadi satu. Hasilnya orang berebut duluan dan saling memotong jalur. Tepat di belakang kami, 1 rombongan orang Malaysia beradu mulut dengan rombongan dari Singapore. Pasalnya rombongan Malaysia ini memotong jalur tepat di belakang kami. Mereka datang dari arah kanan dan mencoba masuk barisan. Rombongan Singapore ga terima. Mereka bilang mereka sudah antri satu jam lebih. Tentu saja mereka ga kasih jalan. Adu mulutnya sungguh rame dan cukup menyiksa. Tapi akhirnya rombongan Malaysia mengalah dan mengambil jalur kanan. Mereka kalah? Salah? Ga juga. Karena antrian memang super chaos. Dan ternyata rombongan Malaysia ini bergerak lebih cepat ke depan. Sampai-sampai kami memutuskan ikut jalur mereka saja. Hahahaha.

[caption id="attachment_271716" align="aligncenter" width="384" caption="Ini dia antrian super lama di negara super rapi"]

13762207331313127556
13762207331313127556
[/caption]

Ternyata jalur kanan lebih cepat karena jalur itu menuju antrian bus CW dan SJE yang datang lebih cepat dan lebih sering. Alhasil antrian ke SBS 170 juga diuntungkan karena lebih lega. Nah antrian sebelah kiri stucked lama karena menunggu bis jurusan lain yang jarang datang. Oh dunia! Saran saya, kalau ada yang mau coba nyebrang Singapore - Malaysia saat lebaran atau peak season seperti imlek, begitu turun dari ruang imigrasi ambil jalur ke kiri (yang nantinya jadi antrian kanan karena berbelok arah dengan pola U-turn). Dengan catatan layout antrian busnya masih sama ya. Kalau berubah ya nikmati saja 2 jam mengantri. Atau mau lebih?

Akhirnya setelah 2 jam, dapatlah kami naik SBS 170 untuk menyeberang ke JB yang ternyata super dekat. Jalan kakipun paling 15 menit!! Tapi malang dak bisa ditolak. Belum sampai imigrasi Malaysia, dari jalur sebelah kiri, 1 mobil sedan pecah ban, oleng ke kanan dan ditabrak bis tepat di depan kami. Oh my goodnessss!!! Adu mulut sopir sedan dan bis tak terelakkan. Penumpang di bis depan terlihat berhamburan keluar dan memilih berjalan kaki. Eits ini jangan diikuti karena pejalan kaki sebenarnya dilarang melalui jalur ini.

Tersisa sedikit ruang buat bis yang kami tumpangi buat belok ke kiri. Masalahnya sopirnya ga berani. Dia bilang ga cukup buat pindah jalur kiri. Entah darimana, 1 orang menuju depan bis kami dan kasih aba ke sopir agar belok ke jalur sebelah kiri. Begitu dicoba pelan eh berhasil!!! Penumpangpun bersorak riang. Gimana nggak lega, pengalaman antri sebelumnya sudah sangat menyiksa. Harus nunggu mobil depan diderek? Oh please ga lagi.

[caption id="attachment_271698" align="aligncenter" width="538" caption="Hebatnya antrian bis di sebelah kanan tidak diserobot mobil pribadi"]

13762155851946476070
13762155851946476070
[/caption]

Dan 5 menit kemudian sesampai di terminal imigrasi,  turunlah kami dengan setengah berlari. Ya Allah terima kasih, mudahkanlah urusan berikutnya. Sayang doa tidak terkabul. Di ruang imigrasi Malaysia, lautan manusia berbaris mengantri. Damn damn damn!! Ya mau gimana lagi. Ga mungkin juga terbang. Dengan sangat terpaksa proses imigrasi yang makan waktu 1 jam lebih ini harus dilalui dengan penuh kegondokan.

[caption id="attachment_271695" align="aligncenter" width="640" caption="Lautan manusia mengantri imigrasi ke Johor Baru"]

13762154431812977709
13762154431812977709
[/caption]

Usai imigrasi kita bergegas turun dan cari Bus SBS 170. Thanks God ga ada lagi antrian. Dalam waktu setengah jam kakipun menginjak Larkin Terminal, Johor. Tapi sebelumnya di bis sudah was-was, konon terminal ini seperti terminal Kampung Rambutan atau Pulau Gadung. Semrawut dan banyak calo.

Dan benar Sodara, begitu turun calo-calo mulai mendekati dan menawarkan tiket ke KL. Tips yang saya baca : jangan ladeni calo, beli tiket di counter! Oke siap. Ternyata menemukan counter di tengah para calo ini cukup merepotkan beberapa counter yang buka dan jelas bertuliskan "KL" banyak yang tutup, ada yang bilang ga jual tiket KL lagi dan ada yang hanya bilang NO. Apalah maksudnya ini?

Akhirnya ketemu juga counter bertuliskan KL. "Ada tiket KL?". "Ada. Nak berapa?" "Berapa harganya?" "65 ringgit."

"Apaaaaaaa? Bukannya 32 ringgit". Tiket resmi JB ke KL pas bukan lebaran adalah 32 ringgit. Ternyata lebaran di Malaysia dan Indonesia sama saja. Tiket naik tinggi. Tapi siapa suruh datang Malaysia saat lebaran?

Perempuan penjaga counter itu menggeleng. "Mau tak?" Apa boleh buat. "Ya udah 2 deh".

Diambilnya kuitansi ditulis harga terus berdiri. "Ayo ikut saya". Lah apalagi ini. Calo juga nampaknya. Dibawalah kami ke counter depan dekat bis-bis parkir menunggu berangkat. Asap rokok mengepul di sekitar bangku. "Tunggu ya nanti dipanggil". Damnnnnnnn, dia pergi ninggalin kami. Lah kemana tu orang.

Lima menit berlalu tanpa kejelasan. Akhirnya dengan kesal saya konfirmasi ke counter tiket bis Star tempat kami dibawa dengan menunjukkkan kuitansi dari perempuan tadi. Apa coba kata petugas counter Star?

"Bukan-bukan. Ini bukan bis kami. Kami tak terima ini".

What the fu**. Waduh ditipu nih. Segera saya datengi itu Nyonya sia***. Dan diapun bilang,"Tenang saje dak payah. Tunggu. Bisnya masih parkir. Ada jammed tadi."

"Ah orang counter bilang ini ga sah. Dak payah apaan."

"Sini-sini". Diambilnya kuitansi tadi, ditulisnya sesuatu. "Nah nanti dengan Ise ya". Terlihat 3 huruf I-S-A. Diantarnya lagi saya ke counter ketemu dengan petugas berbaju merah di counter itu. Saya duga dialah Ise. "Nah ni orangnye, jangan kemane-mane. Tunggu saje di sini, nanti dipanggil. Bis lambat, ade jammed".

"Beneran nih ya". "Benarlah".

Dan rupanya benar, meskipun kami harus menunggu 2 jam di tengah teriakan calo, asap rokok di sekeliling, dan antrian tiket yang berjejalan. Saya jadi ingat pengalaman serupa sekitar 13 tahun lalu di Pulau Gadung. Sama-sama saat lebaran. Bedanya 13 tahun lalu di negara sendiri dan sekarang di negara orang meskipun kedongkolannya sama saja.

Tapi tenyata kami ga apes-apes banget. Setelah berada di bis, penumpang lain yang orang Malaysia bercerita kalau harus membayar tiket seharga 80 ringgit alias lebih mahal 15 ringgit dari kami. Hahaha. Untungnya perjalanan ke KL lancar. Tak ada itu yang namanya "jammed" alias macet seperti kata perempuan penjual tiket yang walaupun bikin dongkol tapi kasih harga "cukup wajar".

Dari pengalaman ini, saat balik ke Singapore kami memutuskan naik kereta malam saja. Harga 40 ringgit sudah dapat sleeper train alias kereta dengan tempat tidur. Tidur pulas. Imigrasi di JB cukup di kereta. Tak ada antri panjang.

Namun dengan segala keribetan itu, travelling tetap saja menyenangkan...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun